PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengaturan, penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah perlu diarahkan bagi
semakin terjaminnya tertib di bidang hukum pertanahan, administrasi pertanahan,
penggunaan tanah, ataupun pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga
adanya kepastian hukum di bidang pertanahan dapat terwujud.
Berhubung dengan itu dipandang perlu menetapkan ketentuan-ketentuan lebih
lanjut mengenai, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sebagaimana
dimaksud dalam bab II Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 dengan Peraturan
Pemerintah.
Ketentuan-ketentuan dasar mengenai tanah di Indonesia telah tercantum di dalam Undang-Undang Nomor
5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal
sebagai Undang-Undang Pokok Agraria, yang memuat pokok-pokok dari Hukum Tanah
Nasional Indonesia. Walaupun sebagian besar pasal-pasalnya memberikan ketentuan
mengenai hak-hak atas tanah, namun sebagi ketentuan yang bersifat pokok banyak
materi pengaturan yang bersifat lebih rinci yang masih perlu ditetapkan.
Keperluan akan ketentuan-ketentuan yang lebih rinci ini selam lebih dari tiga
puluh tahun dipenuhi dengan pengaturan teknis operasional dalam bentuk yang
lebih rendah dari pada Peraturan Pemerintah.
Dengan makin rumitnya masalah pertanahan dan makin besarnya keperluan akan
ketertiban di dalam pengelolaan pertanahan, makin dirasakan keperluan adnya
peraturan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria yang tingkatnya lebih tinggi,
yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah, yang menerapkan ketentuan lebih lanjut
mengenai hak-hak atas tanah yang diatur dalam pasal 16 Undang-Undang Pokok
Agraria, khususnya Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Sebagai hak
atas tanah yang masa berlakunya terbatas untuk jangka waktu tertentu hak Guna
Usaha, hak Guna Bangunan dan Hak Pakai memerlukan kejelasan mengenai bebberapa
hal, antara lain mengenai persyaratan perolehannya, dan status tanah dan
benda-benda di atasnya sesudah hak itu habis jangka waktunya. Kejelasan itu
sangat diperlukan untuk memberikan beberapa kepastian hukum, baik kepada
pemegang hak, kepada Pemerintah sebagi pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria,
maupun pihak ketiga.
Sehubungan dengan hak-hak di atas dalam rangka
melaksanakan amanat Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria dipandang
perlu menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai untuk melengkapi ketentuan yang sudah ada di dalam
Undang-Undang Pokok Agraria.
A.
Pengertian Hak Pakai
Dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa: Hak Pakai
adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam surat keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu
asal tidak bertentangan dengan jiwa dan Ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
B.
Subyek dan Obyek Hak Pakai
1.
Subyek Hak Pakai
Yang
dapat mempunyai Hak pakai adalah:
a.
Warga Negara Indonesia;
b.
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
c.
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan
Pemerintah Daerah;
d.
Badan-badan keagamaan dan sosial
e.
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
f.
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
g.
Perwakilan Negara
asing dan perwakilan badan Internasional.
2.
Obyek Hak Pakai
Tanah
yang dapat diberikan dengan hak pakai adalah:
a.
Tanah Negara;
b.
Tanah Hak Pengelolaan;
c.
Tanah Hak Milik.
C.
Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai
1.
Pemegang Hak Pakai berkewajiban :
a.
membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara
pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian
penggunaan tanah hak penglolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas
tanah Hak Milik;
b.
menggunakan tanah sesuai dengan peruntukanya dan
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau
perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
c.
memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di
atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
d.
menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai
kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak
pakai tersebut hapus;
e.
menyerahkan sertipikat hak pakai yang telah hapus kepada
Kepala kantor Pertanahan.
f.
membongkar bangunan dan benda-benda yang ada
diatasnya dan menyerahkan tanahnya
kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun
sejak hapusnya Hak Pakai
2.
Hak Pemegang Hak Pakai
Pemegang hak
pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak Pakai
selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta memindahkan
hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, selama digunakan untuk
keperluan tertentu.
TERJADINYA HAK PAKAI
ATAS TANAH
A.
Hak Pakai dari Konversi
Hak Lama
Konversi dapat diartikan sebagai perubahan hak lama (Hak
atas tanah menurut KUH Perdata/BW) menjadi hak baru menurut Undang-Undang No. 5
tahun 1960.
Dalam Bagian Kedua UU No.5/1960 mengenai Ketentuan
ketentuan Konversi (khusus yang dikonversi menjadi hak Pakai) dinyatakan bahwa:
1.
Hak eigendom kepunyaan Pemerintah Negara asing, yang
digunakan untuk keperluan rumah kediaman, sejak mulai berlakunya Undang-undang
ini (24 september 1960) menjadi Hak Pakai tersebut dalam pasal 41 ayat
1, yang akan berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk tersebut diatas. (Pasal I (2))
2.
Hak-hak
atas tanah yang memberi wewenang sebagai atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 seperti yang disebut
dengan nama sebagai dibawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini,
yaitu:
§ hak
vruchtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh,
bengkok, lungguh, pituwas, dan
§ hak-hak
lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan oleh Menteri Agraria,
sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi Hak Pakai tersebut dalam pasal 41 ayat
(1), yang memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang dipunyai oleh
pemegang haknya pada mulai berlakunya undang-undang ini, sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.
B.
Hak Pakai dari Pemberian Hak
1.
Syarat Permohonan untuk dapat diberikan Hak Pakai atas
tanah:
a.
Permohonan Hak Pakai diajukan secara tertulis, yang
memuat:
1).
keterangan mengenai pemohon:
§ apabila
perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan serta
mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya, jika
dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri
fotocopy KTP/paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa.
§ apabila
badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, pengesahan dari pejabat
yang berwenang dan tanda daftar perusahaan, jika dikuasakan kepada pihak lain
perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/Paspor penerima
kuasa dan pemberi kuasa
§ apabila
instansi Pemerintah/Pemerintah Daerah Provinsi /Kab./Kota dan desa tidak
memerlukan syarat-syarat subyek tersebut di atas, tetapi cukup dengan surat
permohonan yang memuat nama instansi dan ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang.
2).
keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis
dan data fisik, yaitu:
§ dasar
penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling,
surat-surat bukti pelepasan hak/ pembebasan tanah dan pelunasan tanah dan
bangunan dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan,
akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
§ letak,
batas-batas dan luasnya (jika ada Peta Bidang tanah/ surat ukur sebutkan
tanggal dan nomor serta NIB-nya.
§ jenis
tanah (pertanian/non pertanian)
§ rencana
penggunaan tanah.
§ status
tanahnya (tanah hak atau tanah negara)
§ jika
pemohon Instansi Pemerintah dilengkapi surat pernyataan asset sebagaimana
diuraikan dalam SE KPBN No.500-1255 tanggal 4 Mei 1992.
b.
Data Pendukung
1).
Mengenai Pemohon:
§ jika
perorangan: fotocopy identitas pemohon atau kuasanya (KTP, surat keterangan
domisili dan SIM)
§ jika
badan hukum: fotocopy akta pendirian badan hukum, pengesahan badan hukum dari
pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan.
§ apabila
Instansi Pememrintah/Pemerintah daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota dan desa tidak
memerlukan syarat-syarat subyek tersebut di atas, tetapi cukup dengan surat
permohonan yang memuat nama instansi dan ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang.
2).
keterangan mengenai tanahnya:.
§ perizinan;
izin lokasi/penetapan lokasi atau pelepasan HGU dari Kepala BPN apabila tanahnya
berasal dari HGU
§ data
fisik: Surat Ukur/Peta bidang tanah/NIB
§ data
yuridis: dalam penjelasan tersendiri pada angka 2
3).
NJOP (SPPT PBB/bukti lunas PBB) tahun berjalan dan
NPTTKUP tahun berjalan.
c.
Lain-lain
1).
Surat pernyataan tidak sengketa yang dibuat oleh pemohon
di atas kertas bermeterai cukup
2).
keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status
tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon
3).
Surat Pernyataan mengenai rencana penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang dimohon (berisi penggunaan tanah saat ini dan rencana
penggunaan dan pemanfaatan tanah apabila akan merubah penggunaan dan
pemanfaatan tanahnya).
2.
Data Yuridis mengenai tanah yang dapat dimohon Hak Pakai
Dalam
rangka melengkapi permohonan hak pakai dilampiri dengan data pendukung mengenai
tanahnya, dapat berupa:
a.
Tanah hak (bersertipikat):
§ fotocopy
sertipikat,
§ bukti
perolehan atas tanah (jual beli/pelepasan hak/ pembebasan tanah/ pengadaan
tanah, hibah, tukar menukar, surat keterangan waris, akta pembagian harta
bersama, lelang, wasiat, putusan pengadilan dll.
b.
Tanah Negara (belum pernah dilekati dengan sesuatu hak):
§ surat
keterangan Kepala Desa/Lurah setempat yang isinya bukan tanah milik adat
(yasan), tidak termasuk dalam buku C desa atau dalam peta kretek/peta rincikan
desa (untuk pulau jawa dan daerah lain yang terdapat catatan yang lengkap
tentang tanah adat/tanah yasan).
§ riwayat
tanah/bukti perolehan tanah (hubungan hukum sebagai alas hak) dari
hunian/garapan terdahulu.
§ surat
pernyataan penguasaan fisik oleh pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua) orang dia
atas kertas bermeterai cukup, isinya menyatakan tanah yang dimohon dikuasai
secara fisik dan tidak dalam keadaan sengketa, apabila terdapat gugatan dari
pihak lain menjadi tanggung jawab pemohon.
c.
Tanah Negara asal konversi hak barat (Keppres Nomor. 32
Tahun1979)
§ foto copy
sertipikat/akta verponding bagi bekas pemegang hak yang secara fisik masih
menguasai bidang tanah atau SKPT bagi bukan pemegang hak.
§ bukti
perolehan/penyelesaian bagunan dari bekas pemegang hak (jika ada bangunan milik
bekas pemegang hak).
§ apabila
masih terdaftar dalam penguasaan pemerintah/occupasi TNI/POLRI, diperlukan
surat keterangan dari daftar occupasi TNI/POLRI.
§ surat
pernyataan pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua) orang diatas kertas bermeterai
cukup dan dikuatkan oleh Kepala desa/lurah setempat, isinya menyatakan tanah
yang dimohon dikuasai secara fisik dan tidak dalam keadaan sengketa, apabila
terdapat gugatan dari pihak lain menjadi tanggung jawab pemohon.
d.
Tanah Milik Adat/yasan/gogolan tetap/SK redistribusi
§ fotocopy
tanda bukti tanah milik adat: petok D/girk/kikitir/ kanomeran/ letter C desa/
keteangan riwayat tanah dari kepala desa/lurah setempat.
§ SK
redistribusi tanah yang telah dibayar lunas ganti ruginya dan surat keterangan
riwayat perolehan tanah dari kepala desa/ lurah setempat.
§ bukti
perolehan/surat pernyataan pelepasan hak dari pemegang haki sebelumnya
(hubungan hukum sebagai alas haknya) berupa akta otentik PPAT atau akta di
bawah tangan.
e.
Tanah Gogol tidak tetap
§ fotocopy
tanda bukti tanah milik adat: petok D/girik/letter C desa
§ keputusan
desa/peraturan desa yang disetujui oleh Badan Perwakilan Desa (BPD) yang berisi
tentang persetujuan tidak keberatan, luas tanah, letak, batas-batas dan
besarnya ganti rugi yang disepakati.
§ akta
pelepasan hak yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/camat/Kepala Kantor
Pertanahan setempat.
f.
Tanah kas desa (TKD)
§ untuk
pemerintah kabupaten yang telah mempunyai perda tentang sumber pendapatan dan
kekayaan desa yang mengatur mengenai pelepasan/tukar menukar TKD, maka bagi
desa yang sudah membentuk BPD maupun belum mengacu pada perda tersebut.
§ untuk
pemerintah kabupaten yang belum mempunyai perda tentang sumber pendapatan dan
kekayaan desa: desa yang belum membentuk BPD tata cara tukar menukar/pelepasan
TKD masih berlaku ketentuan lama yaitu keputusan desa, pengesahan bupati dan
izin gubernur.
§ desa yang
sudah membentuk BPD dengan produk hukum berupa peraturan desa, maka diperlukan
peraturan desa dan keputusan desa.
§ terhadap
pelepasan berdasarkan ketentuan lama yang belum selesai, mengacu pada aturan
peralihan perda kabupaten yang mengatur pelepasan/tukar menukar TKD dimaksud.
§ penetapan
besarnya ganti rugi berupa uang atau tanah pengganti
§ akta/surat
pelepasan tanah kas desa yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/camat/Kepala
kantor Pertanahan Setempat.
§ fotocopy
sertipikat/petok D/girik/letter C desa
§ fotocopy
sertipikat tanah pengganti atas nama pemerintah desa yang bersangkutan (jika
berasal dari tukar menukar)
g.
Tanah Asset Pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)
§ persetujuan
dari DPRD
§ keputusan
kepala daerah tentang penghapusan asset barang milik daerah (tanah),
§ perjanjian
antara pemerintah daerah dengan penerima asset.
§ berita
acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh pemerintah daerah
(provinsi/kabupaten/kota)
§ untuk
tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan
kakantah, notaris atau camat
§ bukti
sertipikat pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar menukar).
h.
Tanah Asset pemerintah pusat (departemen/LPND)
§ persetujuan
dari Menteri Keuangan/Presiden/DPR sesuai kewenangannya.
§ keputusan
menteri/kepala LPND tentang penghapusan asset barang milik negara (tanah)
§ perjanjian
antara pemerintah daerah dengan penerima asset
§ perbuatan
hukum pelepasan hak atas tanah yang dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang.
§ bukti
sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar).
i.
Tanah asset Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
§ persetujuan
Menteri BUMN
§ berita
acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMN
§ untuk
tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan
kakantah, notaris atau camat
§ sertipikat
sepanjang sudah terdaftar
§ bukti
sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar sepanjang
terdapat dalam perjanjian)
j.
Tanah asset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
§ persetujuan
DPRD
§ persetujuan
gubernur/bupati/walikota.
§ berita
acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMD
§ untuk
tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan
kakantah, notaris atau camat.
§ bukti
sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar sepanjang
terdapat dalam perjanjian)
k.
Tanah bekas Milik Asing Cina (BKMC): pelepasan asset BKMC
dari Menteri Keuangan.
3.
Tata Cara Pemberian Hak Pakai
a.
Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9
Tahun 1999, dinyatakan bahwa Permohonan Hak Pakai, diajukan kepada Menteri
melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang
bersangkutan,
b.
Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor
Pertanahan:
1).
memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan
fisik;
2).
mencatat dalam formulir;
3).
memberi tanda terima berkas permohonan; dst
sampai pada proses, bahwa berkas permohonan tersebut siap
untuk diterbitkan keputusan pemberian hak atau keputusan penolakan yang
disertai dengan alasan penolakannya.
c.
Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan
kepada Kepala kantor Pertanahan, maka berkas permohonan tersebut diteruskan
kepada Kepala Kantor wilayah disertai pendapat dan pertimbangannya,
d.
Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan
kepada Kepala kantor Wilayah, maka berkas permohonan tersebut diteruskan kepada
Menteri (Kepala BPN RI) disertai pendapat dan pertimbangannya,
1.
Hak Pakai Untuk Orang Asing
a.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 pasal 1 dan
penjelasnnya, disebutkan bahwa: orang asing
yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat
tinggal atau hunian dengan hak atas tanah.
§ pemilikan
tersebut tetap dibatasi pada satu buah rumah, adapun tujuan pembatasan ini
adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan tersebut tidak menyimpang dari
tujuannya, yaitu sekedar memberikan dukungan yang wajar bagi penyelenggaraan
usaha orang asing tersebut di Indonesia.
§ Orang
asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat
bagi pembangunan nasional dapat memiliki sebuah rumah tempat
tinggal atau hunian dalam bentuk rumah dengan hak atas tanah tertentu
atau satuan rumah susun yang dibangun di atas Hak Pakai atas tanah negara.
§ Orang
asing dari segi kehadirannya di
Indonesia dapat dibagi 2 golongan yaitu: orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia secara menetap (penduduk Indonesia- dengan Izin Tinggal Tetap), dan
orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap melainkan hanya
sewaktu-waktu berada di Indonesia (izin kunjungan atau izin keimigrasian
lainnya berbentuk tanda diterakan pada paspor atau dokumen keimigrasian lainnya
).
b.
Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh
orang asing, adalah:
1).
Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang
tanah:
§ Hak Pakai
atas tanah negara;
§ yang
dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah,
2). Satuan
Rumah Susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah Negara
c. Perjanjian:
1). dibuat
secara tertulis antara orang asing yang bersangkutan dengan pemegang hak atas
tanah,
2). wajib
dicatat dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
3). dibuat
untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak lebih lama dari dua puluh lima
tahun,
d. Cara
memperoleh tanah
Cara memperoleh tanah tidak dapat dilepaskan dari
cara memperoleh hak atas tanah tempat rumah tersebut berdiri, untuk memperoleh
rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) ayat (1)
PMNA/KBPN No. 7 Tahun 1996 dapat dilakukan perbuatan-perbuatan hukum sebagai
berikut:
1). Orang
asing dapat membeli Hak pakai atas tanah negara atau Hak Pakai atas tanah Hak
MIlik dari pemegang Hak Pakai yang bersangkutan beserta rumah yang ada di
atasnya atau membeli Hak pakai atas tanah negara atau atas tanah hak pakai dan
kemudian membangun rumah diatasnya. pembelian Hak Pakai tersebut dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu dengan akta PPAT dan kemudian
didaftarkan pada Kantor Pertanahan, demikian juga persyaratan pembangunan rumah
harus mengikuti ketentuan yang berlaku, misalnya mengenai IMB.
2). Orang
asing dapat memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik atau Hak Sewa Untuk
Bangunan atau persetujuan penggunaan dalam bentuk lain wajib mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3). Dalam
hal rumah hunian atau tempat tinggal yang akan dipunyai oleh orang asing
berbentuk satuan rumah susun, maka orang asing yang bersangkutan harus membeli
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas
tanah Negara.
e. Batasan
rumah yang dapat dipunyai oleh orang asing
1). bahwa
rumah yang boleh dimiliki oleh orang asing hanya satu buah. Untuk memastikan
hal ini kepada orang asing yang akan membeli rumah di Indonesia hendaknya
diminta untuk membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki rumah
tempat tempat tinggal atau hunian di Indonesia pada waktu melakukan perbuatan
hukum (misalnya:jual beli)
2). Rumah
tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing, yaitu terbatas
pada rumah yang tidak masuk klasifikasi “Rumah sederhana” atau “Rumah sangat
sederhana”
A.
Perpanjangan
dan Pembaharuan Hak Pakai
Hak Pakai dapat
diperpanjang jangka waktunya atau diperbaharui haknya, dan permohonannya
diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu 2(dua) tahun sebelum
berakhirnya jangka waktu hak tersebut.
1.
Perpanjangan
hak adalah penambahan jumlah waktu berlakunya sesuatu hak tanpa mengubah
syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut,
2.
Pembaharuan
hak adalah pemberian hak yang sama kepada pemegang hak atas tanah yang telah
dimilikinya (dengan HGU,HGB dan Hak Pakai) sesudah jangka waktu hak tersebut
atau perpanjangannya habis.
3.
Hak
Pakai atas tanah negara dapat diperpanjang Jangka Waktu dan diperbaharui Haknya
atas permohonan pemegang hak , jika memenuhi syarat :
a.
tanahnya
masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan
pemeberian hak tersebut;
b.
syarat-syarat
pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan
c.
pemegang
hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.
4.
Syarat-syarat
permohonan perpanjangan dan pembaharuan hak pakai adalah :
a.
Permohonan
diajukan secara tertulis melalui Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota, yang
memuat:
1).
keterangan mengenai pemohon:
§ apabila
perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan serta
mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya, jika
dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri
fotocopy KTP/paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa.
§ apabila
badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, pengesahan dari pejabat
yang berwenang dan tanda daftar perusahaan, jika dikuasakan kepada pihak lain
perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/Paspor penerima
kuasa dan pemberi kuasa
2).
keterangan data yuridis: sertipikat dan Peta bidang
tanah/surat ukur (apabila terdapat perubahan luas/batas-batas)
b.
Data pendukung:
1).
Surat pernyataan tidak dalam sengketa yang dibuat oleh
pemohon di atas kertas bermeterai cukup.
2). NJOP (SPPT PBB/ bukti lunas PBB) tahun berjalan
dan NPTTKUP tahun berjalan
PERALIHAN
DAN HAPUSNYA HAK PAKAI
A.
Peralihan Hak Pakai
Hak Pakai yang diberikan atas tanah negara untuk jangka
waktu tertentu dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan
dialihkan pada pihak lain,
1.
Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan
apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian hak Pakai atas
tanah Hak Milik yang bersangkutan.
2.
Peralihan Hak pakai terjadi karena:
1).
jual beli;
2).
tukar menukar;
3).
penyertaan dalam modal;
4).
hibah;
5).
pewarisan.
3.
Peralihan Hak Pakai wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan;
4.
Peralihan Hak Pakai karena jual beli, kecuali jual beli
melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus
dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
5.
Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan
dengan berita acara lelang
6.
Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan
dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang
berwenang,
7.
Pengalihan Hak pakai atas tanah hak Pengelolaan harus
dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak pengelolaan,
8.
Pengalihan Hak pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan
dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak Milik yang bersangkutan.
Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak
Pengelolaan selain dapat dialihkan juga dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani Hak Tanggungan, dan Hak Tanggungan tersebut hapus dengan hapusnya Hak
Pakai.
B.
Hapusnya Hak Pakai
1.
Jangka Waktu Hak Pakai
a.
Hak Pakai dengan jangka waktu tertentu yaitu untuk Warga Negara Indonesia; dan Orang asing yang
berkedudukan di Indonesia, dengan ketentuan bahwa:
§ Jangka
waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu dan Sesudah
jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya habis, kepada pemegang hak dapat
diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama
§ Untuk
jangka waktu yang disepakati sesuai perjanjian, tetapi tidak lebih lama dari
dua puluh lima tahun, jangka waktu dapat diperbarui untuk jangka waktu yang
tidak lebih lama dari dua puluh lima tahun, atas dasar kesepakatan yang
dituangkan dalam perjanjian yang baru, spanjang orang asing tersebut masih
berkedudukan di Indonesia.
b.
Jangka Waktu tidak ditentukan (Selama dipergunakan) untuk
keperluan tertentu, diberikan kepada:
1).
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan
Pemerintah Daerah;
2).
Perwakilan negara asing dan perwakilan badan
internasional;
3).
Badan-badan keagamaan dan sosial
2.
Hak Pakai hapus karena:
a.
Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b.
Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak
Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena:
§ tidak
dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
ketentuan-ketentuan kewajiban pemegang hak,
§ tidak
dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian pemberian Hak pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik
atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau
c.
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
d.
dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya sebelum
jangka waktu berakhir;
e.
dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961;
f.
diterlantarkan dan atau tanahnya musnah;
g.
Pemegang hak tidak
lagi memenuhi syarat: sebagai: Warga Negara
Indonesia; Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia; Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah
Daerah; Badan-badan keagamaan dan sosial; Orang asing yang berkedudukan di
Indonesia; Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia Perwakilan
Negara asing dan perwakilan badan
Internasional, maka:
1).
dalam waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan hak itu pada pihak lain yang memenuhi syarat.
2).
apabila dalam jangka satu tahun haknya tidak dilepaskan
atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak
lain yang trkait di atas tanah tersebut tetap diperhatikan.
h.
Apabila orang asing yang memiliki rumah yang dibangun di
atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, atau berdasarkan perjanjian dengan
pemegang hak atas tanah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam jangka
waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya
kepada orang lain yang memenuhi syarat.
i.
Apabila dalam jangka waktu satu tahun haknya tidak
dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka apabila:
1).
Rumah tersebut dibangun di atas tanah Hak Pakai atas
tanah Negara, rumah beserta tanahnya dikuasai Negara untuk dilelang
2).
Rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan
perjanjian, maka rumah tersebut menjadi milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
j.
Hapusnya Hak pakai atas tanah Negara, mengakibatkan
tanahnya menjadi tanah Negara, Hapusnya Hak pakai atas tanah Hak Pengelolaan,
mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan dan Hapusnya
Hak Pakai atas tanah Hak milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan
pemegang Hak Milik.
Dalam pasal 57 PP 40/1996 disebutkan bahwa:
(1)
Apabila Hak Pakai atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui,
maka bekas pemegang Hak Pakai wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang
ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong
selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Pakai.
(2)
Dalam hal bangunan dan benda-benda masih diperlukan,
kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi.
(3)
Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagimana, dilaksanakan
atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.
(4)
Jika bekas pemegang Hak Pakai lalai dalam kewajiban, maka
bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dibongkar oleh Pemerintah atas
biaya bekas pemegang Hak Pakai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar