BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanah memiliki peranan
yang sangat penting artinya dalam kehidupan bangsa Indonesia ataupun dalam
pelaksanaan pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagai upaya
berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh Karena itu pengaturan, penguasaan,
pemilikan dan penggunaan tanah perlu diarahkan bagi semakin terjaminnya tertib
di bidang hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, ataupun
pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga adanya kepastian hukum di
bidang pertanahan dapat terwujud.
Berhubung dengan itu
dipandang perlu menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam bab II
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan-ketentuan dasar
mengenai tanah di Indonesia telah
tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria,
yang memuat pokok-pokok dari Hukum Tanah Nasional Indonesia. Walaupun sebagian
besar pasal-pasalnya memberikan ketentuan mengenai hak-hak atas tanah, namun
sebagi ketentuan yang bersifat pokok banyak materi pengaturan yang bersifat
lebih rinci yang masih perlu ditetapkan. Keperluan akan ketentuan-ketentuan
yang lebih rinci ini selam lebih dari tiga puluh tahun dipenuhi dengan
pengaturan teknis operasional dalam bentuk yang lebih rendah dari pada
Peraturan Pemerintah.
Dengan makin rumitnya
masalah pertanahan dan makin besarnya keperluan akan ketertiban di dalam
pengelolaan pertanahan, makin dirasakan keperluan adnya peraturan pelaksanaan
Undang-Undang Pokok Agraria yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu dalam bentuk Peraturan
Pemerintah, yang menerapkan ketentuan lebih lanjut mengenai hak-hak atas tanah
yang diatur dalam pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria, khususnya Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Sebagai hak atas tanah yang masa
berlakunya terbatas untuk jangka waktu tertentu hak Guna Usaha, hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai memerlukan kejelasan mengenai bebberapa hal, antara lain
mengenai persyaratan perolehannya, dan status tanah dan benda-benda di atasnya
sesudah hak itu habis jangka waktunya. Kejelasan itu sangat diperlukan untuk
memberikan beberapa kepastian hukum, baik kepada pemegang hak, kepada
Pemerintah sebagi pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria, maupun pihak ketiga.
Sehubungan dengan hak-hak
di atas dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Pokok
Agraria dipandang perlu menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai untuk melengkapi ketentuan yang
sudah ada di dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Berhubung luasnya peraturan mengenai penetapan hak
atas tanah,
A.
Pengertian
Hak Guna Bangunan
1.
Hak
Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas
tanah yang bukan miliknya sendiri.
2.
Perpanjangan
Hak Guna Bangunan adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak tanpa
mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut.
3.
Pembaharuan
hak adalah pemberian hak yang sama kepada pemegang hak atas tanah yang telah
dimilikinya dengan Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai
B. Subyek
dan Obyek Hak Guna Bangunan
1.
Subyek
Yang dapat menjadi pemegang Hak Guna
Bangunan adalah :
a.
Warga
Negara Indonesia.
b.
Badan
Hukum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Pemegang Hak Guna Banguanan yang tidak
lagi memenuhi syarat sebagaiman dimaksud, dalam jangka waktu satu tahun wajib
melepaskan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang
memenuhi syarat. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud haknya tidak
dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum.
Termasuk pengertian hukum adalah semua
lembaga yang menurut peraturan yang berlaku diberi status sebagai badan hukum,
misalnya Perseroan Terbatas, Koperasi, Perhimpunan, yayasan tertentu dan lain
sebagainya.
3.
Obyek
Tanah
yang dapat diberikan dengan Haka Guna Bangunan adalah
a.
Tanah
Negara
b.
Tanah
hak Pengelolaan
c.
Tanah
hak Milik
Berbeda dengan hak Guna Usaha, hak
Guna bangunan dapat juga diberikan atas tanah Hak Pengelolaan dan tanah Hak
Milik.
C.
Kewajiban
Pemegang Hak Guna Bangunan
- Pemegang hak Guna Banguan berkewajiban :
a.
Membayar
uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya.
b.
Menggunakan
tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan dan perjanjian pemberiannya.
c.
memelihara
dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
d.
Menyerahkan
kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang
Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;
e.
Menyerahkan
sertipikat hak Guna bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
f.
Jika
tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau
sebab-sebab lain letakjnya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup
pekarangan atau bidang tanah laindari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang
Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain
bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
- Hak Pemegang Hak Guna Bangunan
Pemegang Hak Guna Bangunan berhak
menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan
selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan
pribadi atau usahanya serta mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan
membebaninya.
TERJADINYA
HAK GUNA BANGUNAN
A. Hak
Guna Bangunan dari Konversi Hak Lama
Konversi dapat diartikan sebagai perubahan hak lama
(Hak atas tanah menurut KUH Perdata/BW) menjadi hak baru menurut Undang-Undang
No. 5 tahun 1960.
Dalam Bagian Kedua UU No.5/1960 mengenai Ketentuan ketentuan Konversi,
khususnya hak barat yang dikonversi
menjadi Hak Guna Bangunan dan Dalam Peraturan Menteri Agraria No, 2 Tahun 1960,
disebutkan bahwa:
- Hak Eigendom kepunyaan orang asing, seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mepunyai kewarga-negaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 sejak mulai berlakunya Undang-undang ini (UU No.5/1960) menjadi Hak Guna Bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1 dengan jangka waktu 20 tahun.
- Hak Opstal dan hak erfpacht untuk perumahan, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1 yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan erfpacht tersebut, selama-lamanya 20 tahun
- Hak-hak eigendom yang setelah jangka waktu 6 bulan tersebut pada pasal 2 lampau pemiliknya tidak datang pada KKPT atau pemiliknya tidak dapat membuktikan, bahwa ia berkewarganegraan Indonesia tunggal, oleh KKPT dicatat pada asli aktanya sebagai dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan, dengan jangka waktu 20 tahun.( ketentuan dalam pasal 4Peraturan Menteri Agraria No, 2 Tahun 1960).
B.
Hak Guna Bangunan dari Pemberian Hak
1.
Atas
Tanah Negara
Hak Guna bangunan atas tanah Negara
diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pemberian Hak
Guna Bangunan sebagaimana dimaksud didaftar dalam buku tanah pada Kantor
Pertanahan. Hak Guna bangunan atas tanah Negara atau atas tanah hak pengelolaan
terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan. Sebagai bukti hak kepada
pemegang Hak Guna Bangunan diberikan sertipikat hak atas tanah.
2.
Atas
tanah Hak Milik
Hak Guna Bangunan atas tanah hak Milik
terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Millik dengan akta yang dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik
sebagaiman dimaksud wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Hak Guna banguna
atas tanah Hak Milik mengikat sejak didaftarkan. Ketentuan mengenai tat cara
pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden.
3.
Atas
Tanah Hak Pengelolaan
Hak Guna Banguana atas tanah hak
pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
4.
Syarat Permohonan untuk dapat diberikan Hak Guna Bangunan
atas tanah:
a.
Permohonan Hak Guna Bangunan diajukan secara tertulis
melalui Kakantah Kabupaten/Kota, yang memuat:
1).
keterangan mengenai pemohon:
§ apabila
perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan serta
mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya, jika
dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri
fotocopy KTP/paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa.
§ apabila
badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, pengesahan dari pejabat
yang berwenang dan tanda daftar perusahaan, jika dikuasakan kepada pihak
lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/Paspor
penerima kuasa dan pemberi kuasa
2).
keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis
dan data fisik, yaitu:
§ dasar
penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling,
surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan bangunan dan atau tanah
yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta
pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
§ letak, batas-batas
dan luasnya (Peta Bidang tanah/ surat ukur sebutkan tanggal dan nomor serta
NIB-nya.
§ jenis
tanah (pertanian/non pertanian)
§ rencana
penggunaan tanah.
§ status
tanahnya (tanah hak atau tanah negara)
b.
Data Pendukung, permohonan hak guna bangunan dilampiri
dengan:
1).
Mengenai Pemohon:
§ jika
perorangan: fotocopy identitas pemohon atau kuasanya (KTP, surat keterangan
domisili dan SIM)
§ jika
badan hukum: fotocopy akta pendirian badan hukum, pengesahan badan hukum dari
pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan.
2).
keterangan mengenai tanahnya:.
§ perizinan;
izin lokasi, persetujuan penanaman modal dalam negeri (PMBDN) atau surat
persetujuan dari Presiden bagi PMA tertentu atau persetujuan prinsip dari
Departemen Teknis bagi non PMDN atau PMA, persetujuan dari Kepala BPN mengenai
pelepasan HGU
§ data
fisik: Surat Ukur/Peta bidang tanah/NIB
§ data
yuridis: dalam penjelasan tersendiri pada angka 5
3).
NJOP (SPPT PBB/bukti lunas PBB) tahun berjalan dan
NPTTKUP tahun berjalan.
c.
Lain-lain
1).
Surat pernyataan tidak sengketa yang dibuat oleh pemohon
di atas kertas bermeterai cukup
2).
keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status
tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon
3).
Surat Pernyataan mengenai rencana penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang dimohon (berisi penggunaan tanah saat ini dan rencana
penggunaan dan pemanfaatan tanah apabila akan merubah penggunaan dan
pemanfaatan tanahnya).
5.
Data Yuridis mengenai tanah yang dapat dimohon Hak Guna
Bangunan.
Dalam
rangka melengkapi permohonan Hak Guna Bangunan dilampiri dengan data pendukung
mengenai tanahnya, dapat berupa:
a.
Tanah hak (bersertipikat):
§ fotocopy
sertipikat,
§ bukti
perolehan atas tanah (jual beli/pelepasan hak/ pembebasan tanah/ pengadaan
tanah, hibah, tukar menukar, surat keterangan waris, akta pembagian harta
bersama, lelang, wasiat, putusan pengadilan dll.
b.
Tanah Negara (belum pernah dilekati dengan sesuatu hak):
§ surat
keterangan Kepala Desa/Lurah setempat yang isinya bukan tanah milik adat
(yasan), tidak termasuk dalam buku C desa atau dalam peta kretek/peta rincikan
desa (untuk pulau jawa dan daerah lain yang terdapat catatan yang lengkap
tentang tanah adat/tanah yasan).
§ riwayat
tanah/bukti perolehan tanah (hubungan hukum sebagai alas hak) dari
hunian/garapan terdahulu.
§ surat
pernyataan penguasaan fisik oleh pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua) orang di
atas kertas bermeterai cukup, isinya menyatakan tanah yang dimohon dikuasai
secara fisik dan tidak dalam keadaan sengketa, apabila terdapat gugatan dari
pihak lain menjadi tanggung jawab pemohon.
c.
Tanah Negara asal konversi hak barat (Keppres Nomor. 32
Tahun1979)
§ foto copy
sertipikat/akta verponding bagi bekas pemegang hak yang secara fisik masih
menguasai bidang tanah atau SKPT bagi bukan pemegang hak.
§ bukti
perolehan/penyelesaian bagunan dari bekas pemegang hak (jika ada bangunan milik
bekas pemegang hak).
§ apabila
masih terdaftar dalam penguasaan pemerintah/ occupasi TNI/POLRI, diperlukan
surat keterangan dari daftar occupasi TNI/POLRI.
§ surat
pernyataan pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua) orang diatas kertas bermeterai
cukup dan dikuatkan oleh Kepala desa/lurah setempat, isinya menyatakan tanah
yang dimohon dikuasai secara fisik dan tidak dalam keadaan sengketa, apabila
terdapat gugatan dari pihak lain menjadi tanggung jawab pemohon.
d.
Tanah Milik Adat/yasan/gogolan tetap/SK redistribusi
§ fotocopy
tanda bukti tanah milik adat: petok D/girk/kikitir/ kanomeran/ letter C desa/
keteangan riwayat tanah dari kepala desa/lurah setempat.
§ SK
redistribusi tanah yang telah dibayar lunas ganti ruginya dan surat keterangan
riwayat perolehan tanah dari kepala desa/ lurah setempat.
§ bukti
perolehan/surat pernyataan pelepasan hak dari pemegang haki sebelumnya
(hubungan hukum sebagai alas haknya) berupa akta otentik PPAT atau akta di
bawah tangan.
e.
Tanah Gogol tidak tetap
§ fotocopy
tanda bukti tanah milik adat: petok D/girik/letter C desa
§ keputusan
desa/peraturan desa yang disetujui oleh Badan Perwakilan Desa (BPD) yang berisi
tentang persetujuan tidak keberatan, luas tanah, letak, batas-batas dan
besarnya ganti rugi yang disepakati.
§ akta
pelepasan hak yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/camat/Kepala Kantor
Pertanahan setempat.
f.
Tanah kas desa (TKD)
§ untuk
pemerintah kabupaten yang telah mempunyai perda tentang sumber pendapatan dan
kekayaan desa yang mengatur mengenai pelepasan/tukar menukar TKD, maka bagi
desa yang sudah membentuk BPD maupun belum mengacu pada perda tersebut.
§ untuk
pemerintah kabupaten yang belum mempunyai perda tentang sumber pendapatan dan
kekayaan desa: desa yang belum membentuk BPD tata cara tukar menukar/pelepasan
TKD masih berlaku ketentuan lama yaitu keputusan desa, pengesahan bupati dan
izin gubernur.
§ desa yang
sudah membentuk BPD dengan produk hukum berupa peraturan desa, maka diperlukan
peraturan desa dan keputusan desa.
§ terhadap
pelepasan berdasarkan ketentuan lama yang belum selesai, mengacu pada aturan
peralihan perda kabupaten yang mengatur pelepasan/tukar menukar TKD dimaksud.
§ penetapan
besarnya ganti rugi berupa uang atau tanah pengganti
§ akta/surat
pelepasan tanah kas desa yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/camat/Kepala
kantor Pertanahan Setempat.
§ fotocopy
sertipikat/petok D/girik/letter C desa
§ fotocopy
sertipikat tanah pengganti atas nama pemerintah desa yang bersangkutan (jika
berasal dari tukar menukar)
g.
Tanah Asset Pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)
§ persetujuan
dari DPRD
§ keputusan
kepala daerah tentang penghapusan asset barang milik daerah (tanah),
§ perjanjian
antara pemerintah daerah dengan penerima asset.
§ berita
acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh pemerintah daerah
(provinsi/kabupaten/kota)
§ untuk
tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan
kakantah, notaris atau camat
§ bukti
sertipikat pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar menukar).
h.
Tanah Asset pemerintah pusat (departemen/LPND)
§ persetujuan
dari Menteri Keuangan/Presiden/DPR sesuai kewenangannya.
§ keputusan
menteri/kepala LPND tentang penghapusan asset barang milik negara (tanah)
§ perjanjian
antara pemerintah daerah dengan penerima asset
§ perbuatan
hukum pelepasan hak atas tanah yang dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang.
§ bukti
sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar).
i.
Tanah asset Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
§ persetujuan
Menteri BUMN
§ berita
acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMN
§ untuk
tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan
kakantah, notaris atau camat
§ sertipikat
sepanjang sudah terdaftar
§ bukti
sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar sepanjang
terdapat dalam perjanjian)
j.
Tanah asset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
§ persetujuan
DPRD
§ persetujuan
gubernur/bupati/walikota.
§ berita
acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMD
§ untuk
tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan
kakantah, notaris atau camat.
§ bukti
sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar sepanjang
terdapat dalam perjanjian)
k.
Tanah bekas Milik Asing Cina (BKMC): pelepasan asset BKMC
dari Menteri Keuangan.
2. Tata
Cara Pemberian Hak Guna Bangunan
a. Dalam
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, dinyatakan
bahwa Permohonan Hak Guna Bangunan diajukan kepada Menteri melalui Kepala
Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan,
b.
Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor
Pertanahan:
1).
memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan
fisik;
2).
mencatat dalam formulir;
3).
memberi tanda terima berkas permohonan; dst
sampai pada proses, bahwa berkas permohonan tersebut siap
untuk diterbitkan keputusan pemberian hak atau keputusan penolakan yang
disertai dengan alasan penolakannya.
c.
Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan
kepada Kepala kantor Pertanahan, maka berkas permohonan tersebut diteruskan
kepada Kepala Kantor wilayah disertai pendapat dan pertimbangannya,
d.
Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan
kepada Kepala kantor Wilayah, maka berkas permohonan tersebut diteruskan kepada
Menteri (Kepala BPN RI) disertai pendapat dan pertimbangannya,
3.
Kewenangan Pemberian Hak Guna Bangunan
a.
Kepala Kantor Kabupaten/Kota memberi keputusan mengenai:
1).
pemberian Hak Guna Bangunan atas yang luasnya tidak lebih
dari 2.000 M2 (dua ribu meter persegi);
2).
semua pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Pengelolaan.
b.
Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi
1). Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Bangunan atas
tanah yang luasnya lebih dari 150.000 M2 (seratus lima puluh ribu meter
persegi), kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya .
JANGKA WAKTU, PERALIHAN DAN HAPUSNYA HAK GUNA BANGUNAN
A.
Jangka
Waktu Hak Guna Bangunan
1.
Hak
Guna Bangunan sebagaimana dimaksud diberikan untuk jangka waktu paling lama
tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua
puluh tahun. Sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan perpanjangan
sebagaimana dimaksud berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan
pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.
2.
Hak
Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud, atas permohonan pemegang
hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat :
a.
tanahnya
masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan
pemeberian hak tersebut ;
b.
syarat-syarat
pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak ; dan
c.
pemegang
hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana dimaksud
d.
tanah
tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
3.
Hak
Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas
permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari
pemegang Hak Pengelolaan
4.
Permohonan
perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunanatau pembaharuaannya diajukan
selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan
tersebut atau perpanjangannya. Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan
dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.
5.
Untuk
kepentingan penanaman modal, permontaan perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna
Bangunan dapat dilakukan sekaligus denganmembayar uang pemasukan yang
ditentukan untuk itu pada saat pertama mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan.
Dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus sebagaimana dimaksud untuk
perpanjangan atau pembaharuan Hak GUna Bangunan hanya dikenakan biaya
administrasi besarnya ditetapkan oleh menteri setelah mendapat persetujuan
menteri keuangan. Persetujuan untuk memberikan perpanjangan atau pembaharuan
Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dan perincian uang pemasukan sebagaimana
dimaksud dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak GUana Bangunan.
6.
Hak
Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama
tiga puluh tahun. Atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan dengan
pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui
dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah dan Hak tersebut wajib didaftarkan
B.
Peralihan
Hak Guna Bangunan
1.
Peralihan
Hak Guna Bangunan terjadi karena :
a.
Jual
beli
b.
Tukar
menukar
c.
Penyertaan
dalam modal
d.
Hibah
e.
Pewarisan
2.
Peralihan
Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud,harus didaftarkan pada Kantor
Pertanahan. Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli kecuali jual beli
melalui lelang, tukar menukar, penyertaan modal dan hibah haru dilakukan dengan
akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan
dengan Berita Acara Lelang. Peralihan Hak Guna Bangunan karena karena pewarisan
harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat
oleh instansi yang berwenang.
3.
Peralihan
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan npersetujuan tertulis
dari pemegang Hak Pengelolaan.
4.
Peralihan
Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari
pemegang Hak Milik yang bersangkutan.
C.
Hapusnya
Hak Guna Bangunan
1.
Hak
Guna Bangunan hapus karena :
a.
berakhirnya
jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau
perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya.
b.
Dibatalkan
oleh pejabatyang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik
sebelum jangka waktunya berakhir, karena :
1). Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban
pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 30,32 dan 32
2). Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau
kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan
antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau perjanjian
penggunaan tanah Hak pengelolaan atau
3). Putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
c.
Dilepaskan
secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
d.
Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tanhujn 1961;
e.
Ditelantarkan
;
f.
tanahnya
musnah ;
2.
Hapusnya
Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud mengakibatkan tanahnya
menjadi tanah Negara. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
sebagaiman dimaksud mengakibatkan tanah kembali ke dalam penguasaan pemegang
Hak Pengelolaan. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaiman
dimaksud mengakibatkan tanah kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Milik.
3.
Apabila
Hak Guna Bangunan atas tanah Negara
hapus dan tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui, maka bekas pemegang hak
Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan
menyerahkan tanahnya kepada kepada Negara dalam keadaan kosong
selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Guna Bangunan.
Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaiman dimaksud masih diperlukan, maka
kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pembongkaran bangunan dan benda-benda
sebagaimana dimaksud dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan.
Jika Bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud, maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah
bekas hak Guna Bangunan itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya eks pemegang
Hak Guna Bangunan.
4.
Apabila
Hak Guna Bangun atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus maka
bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak
Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentua\n yang sudah
disepakati dalam perjanjian pemberian hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik