Jumat, 28 Desember 2012

PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) CAMAT


Text Box:  
Sebelum menjalankan jabatannya sebagai PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di daerah kerja PPAT yang bersangkutan
Text Box: Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (untuk selanjutnya disingkat PPAT) sangat penting dalam hubungan dengan pencatatan data yuridis ini, khususnya pencatatan perubahan data yuridis yang sudah tercatat sebelumnya. 
PPAT juga berperan dalam meningkatkan sumber penerimaan negara dari pajak khususnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan akibat pemindahan hak atas tanahdan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebelum membuat akta
PENDAHULUAN

Text Box:  
Sebelum menjalankan jabatannya sebagai PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di daerah kerja PPAT yang bersangkutan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat  PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Pengertian Umum Camat sebagai PPAT Sementara

PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah  yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT
PPAT Sementara diangkat dengan surat keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi

A.     Tugas Pokok PPAT
1.       PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
2.       Perbuatan hukum yang harus dibuat akta oleh PPAT adalah:
a.      Jual Beli;
b.      Tukar menukar;
c.       Hibah;
d.      Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e.      Pembagian hak bersama;
f.        Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;
g.      Pemberian Hak Tanggungan;
h.      Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

3.         Kewenangan
a.      Membuat akta otentik semua perbuatan hukum (jual beli, hibah dsb) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satua Rumah Susun
b.      Membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satua Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya.

Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjukkannya.

4.      Larangan PPAT
1.       PPAT dilarang merangkap jabatan atau profesi
a.      pengacara atau advokat;
b.      pegawai negeri, atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah;
2.       Text Box: Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah (untuk selanjutnya disingkat PPAT) sangat penting dalam hubungan dengan pencatatan data yuridis ini, khususnya pencatatan perubahan data yuridis yang sudah tercatat sebelumnya. 
PPAT juga berperan dalam meningkatkan sumber penerimaan negara dari pajak khususnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan akibat pemindahan hak atas tanahdan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebelum membuat akta

PPAT dilarang untuk menjalankan jabatannya sebagai PPAT dan PPAT Sementara sebelum mengucapkan sumpah jabatan, apabila hal tersebut dilanggar maka akta yang dibuat tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah.
3.      PPAT dilarang untuk membuat akta, apabila :
a.      PPAT sendiri,
b.      suami atau isterinya,
c.       keluarga sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai derajat kedua,
d.      menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain.
4.      Meninggalkan kantornya lebih dari  6(enam) hari kerja berturut-turut kecuali dalam rangka menjalankan cuti.

B.     Syarat Pengangkatan PPAT
Text Box: Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, antara lain menjelaskan bahwa peralihan hak atas tanah yang terjadi sebagai akibat suatu perbuatan hukum peralihan hak meliputi: Jual beli, hibah, tukar menukar dlll, maupun   hak atas tanah haknya dapat didaftar apabila dibuktikan dengan akta PPAT.Dalam PP 37/1998, dinyatakan bahwa Syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT adalah:
a.          berkewarganegaraan Indonesia;
b.          berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
c.           berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh instansi Kepolisian setempat;
d.          belum pernah dihukum penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
e.          sehat jasmani dan rohani;
f.            lulusan program pendidikan spesialis notariat atau program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tinggi;
g.          lulus ujian  yang diselenggarakan oleh Kantor Menteri Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional.

Jabatan PPAT Sementara
Camat yang wilayah kerjanya berada di dalam daerah  Kabupaten/Kota yang formasi PPAT-nya belum terpenuhi dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara
PPAT Sementara diangkat dengan surat keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi
Text Box:  
Pelaksanaan Sumpah Jabatan
Pelaksanaan Sumpah Jabatan
a.      Sebelum menjalankan jabatannya sebagai PPAT dan PPAT Sementara wajib mengangkat sumpah jabatan PPAT dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di daerah kerja PPAT yang bersangkutan
b.      PPAT dan PPAT Sementara wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai PPAT (paling lama dalam jangka waktu 3(tiga) bulan sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan pengangkatan), untuk keperluan pengangkatan sumpah jabatan
c.       Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan pengambilan sumpah jabatan PPAT dan atau PPAT Sementara dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah diterimanya laporan
d.      Sumpah jabatan PPAT dan PPAT Sementara dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan, Kepala kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan para saksi.
C.      Kantor PPAT
1.       Dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan , PPAT wajib :
a.      menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah BPN, Bupati/Walikota, Ketua Pengadilan Negeri, dan kepala kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan.
b.      melaksanakan jabatannya secara nyata.
2.       PPAT harus berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya sebagaimana ditetapkan dalam surat keputusan pengangkatannya atau penetapan lain dari pejabat yang berwenang mengangkat PPAT
3.      Dalam hal PPAT merangkap jabatan notaris, maka Kantor tempatnya melaksanakan tugas jabatan notaris menjadi kantor PPAT,
4.      PPAT tidak dapat mempunyai kantor cabang atau perwakilan atau bentuk lainnya dengan maksud menawarkan jasanya kepada masyarakat.
5.      Kantor PPAT harus dibuka setiap hari kecuali pada hari libur resmi dengan jam kerja minimum sebagaimana jam kerja Kantor Pemerintah di wilayah setempat.
6.      Pada jam kerja Kantor PPAT harus melayani masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut pembuatan akta PPAT dan pemberian keterangan serta dokumen berkenaan dengan akta PPAT yang sudah dibuat yang menurut ketentuan menjadi hak masyarakat untuk memperolehnya.
7.      Kantor PPAT harus dipasang Papan Nama Jabatan Pembuat Akta Tanah sesuai ketentuan yang berlaku, contoh rincian papan nama sebagai berikut:
a
Ukuran
: 100x40 cm/ 150x60cm atau 200x80 cm
b
Warna
: Dasar dicat putih, tulisan hitam
c.
Bentuk huruf
: Cetak kapital (huruf besar), untuk nama dipergunakan huruf yang lebih besar

D.     Jenis-jenis Peralihan Hak Atas Tanah
Dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menjelaskan jenis-jenis peralihan hak atas tanah yang terjadi sebagai akibat suatu perbuatan hukum maupun sebagai akibat peristiwa hukum yang meliputi :
1.       Jual beli, yaitu peralihan hak sebagai akibat telah dibuatnya suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan (tanah) dan pihak lainnya untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
2.       Tukar menukar, yaitu peralihan hak yang terjadi karena adanya suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik sebagai gantinya suatu barang lain.
3.      Hibah, yaitu peralihan hak sebagai akibat adanya suatu perjanjian dengan mana si penghibah diwaktu hidpnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
4.      Pemasukan dalam perusahaan, yaitu peralihan hak yang terjadi sebagai akibat adanya perjanjian dengan mana pihak yang satu memasukkan tanahnya sebagai penyertaan ke dalam suatu Perseroan Teratas sebagai pihak kedua, selanjutnya pihak kedua mengganti nilai tanah tersebut dengan saham perusahaan dimaksud.
5.      Pembagian hak bersama, yaitu peralihan hak yang terjadi sebagai akibat timbulnya perjanjian diantara para pihak untuk mengakhiri suatu pemilikan bersama.
6.      Warisan, yaitu peralihan hak yang terjadi sebagai akibat suatu peristiwa hukum yaitu matinya seorang pewaris.
7.      Putusan pengadilan, yaitu peralihan hak yang timbul sebagai akibat adanya keputusan hakim atas suatu obyek sengketa yang sudah berkekuatan hukum tetap.
8.      Wakaf, yaitu peralihan hak yang terjadi sebagai akibat dibuatnya Akta Ikrar Wakaf oleh wakif kepada nadzir sehingga tanah tersebut menjadi tanah wakaf.






Bab II
HAL HAL YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PEMBUATAN AKTA PERALIHAN HAK ATAS TANAH


A.     Text Box: Sebelum melaksanakan pembuatan akta pembebanan hak atas tanah PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli

Pengecekan Keaslian Sertipikat Hak Atas Tanah

Persiapan awal yang dilakukan oleh para pihak untuk melakukan pemindahan hak atas tanah adalah menyiapkan bukti pemilikan berupa sertipikat hak atas tanah dan menunjuk siapa PPAT yang akan membuat akta pemindahan haknya yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar pencatatan perubahan data pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan.

1.        Selanjutnya tindakan yang harus dilakukan oleh PPAT terhadap sertipikat obyek jual beli tersebut adalah melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan berkaitan dengan kebenaran data fisik dan yuridis yang tertera serta keabsahannya. Hal ini sesuai bunyi ketentuan Pasal 97 ayat (1) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997, bahwa :
“Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.”
2.      Ketentuan diatas dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pihak penerima hak yaitu pembeli. seandainya ternyata sertipikat hak atas tanah yang disampaikan kepada PPAT tersebut mengandung data yang tidak sesuai dengan data yang ada pada buku tanah hak atas tanah pada Kantor Pertanahan. Juga apabila ternyata sertipikat yang disampaikan tersebut bukan dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan bersangkutan.
3.      Dalam praktek kadang terjadi, bahwa terhadap suatu hak atas tanah telah dimohonkan blokir oleh pihak yang berkepentingan atau telah diletakkan sita jaminan (conservatoir beslaag) oleh Pengadilan Negeri yang dalam permohonannya tidak dilampiri sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan; sehingga terhadap permohonan itu hanya bisa dicatat pada buku tanahnya saja. Apabila terdapat catatan yang demikian itu, maka Kantor Pertanahan akan segera memberitahukan kepada PPAT yang bersangkutan agar pembuatan aktanya ditunda dulu sampai ada kepastian, bahwa terhadap hak atas tanah tersebut bisa dibuatkan akta jual beli dimaksud.
4.      Tentang waktu penyelesaian pengecekan sertipikat ini diatur dalam Pasal 97 ayat (7) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997 jo. PKBNRI No 1 tahun 2010 yang pada intinya menyatakan  bahwa pengecekan sertipikat dilakukan paling lama adalah 1 (satu) hari. Maksud dari ketentuan ini adalah penyelesaian pekerjaan permohonan pengecekan sertipikat harus pada hari itu juga atau dengan kata lain bahwa penyerahan sertipikat yang sudah dibubuhi tanda pengecekan oleh Kantor Pertanahan itu harus dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal permohonan pengecekannya oleh PPAT dimaksud.
5.      Terhadap pengecekan sertipikat ini dimungkinkan timbul beberapa macam hasil pengecekan, antara lain :
a.      Apabila sertipikat yang dicek tersebut sesuai dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan, sesuai dengan Pasal 97 ayat (3) PMNA/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997, maka Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk membubuhkan cap atau tulisan yang berbunyi “Telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan” pada halaman perubahan sertipikat asli tersebut, kemudian diparaf pejabat yang telah melakukan pengecekan serta diberi tanggal pengecekannya.
b.      Apabila sertipikat yang dimohonkan pengecekannya tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan, maka diambil tindakan berikut :
c.       Apabila sertipikat tersebut bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan, maka pada sampul dan semua halaman sertipiat tersebut dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat “Sertipikat ini tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan ..............” kemudian diparaf.
6.      Apabila sertipikat tersebut adalah dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan, akan tetapi dat fisik dan atau data yuridis yang termuat didalamnya tidak sesuai lagi dengan data yang tercatat dalam buku tanah dan aau surat ukur yang bersangkutan, kepada PPAT yang bersangkutan diterbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) sesuai data yang tercatat pada Kantor Pertanahan dan pada sertipikat yang bersangkutan tidak dicantumkan sesuatu tanda. Penerbitan SKPT ini dilakukan selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja terhitung dari tanggal pengecekan
7.       Dalam sistem pendaftaran tanah kita yang menganut sistem buku tanah, maka setiap terjadi perubahan kepemilikan atas suatu bidang tanah, senantiasa harus dicantumkan/didaftarkan dasar perubahannya dimaksud. Jadi sepanjang tidak dapat dibuktikan yang sebaliknya melalui pengadilan yang berwenang, maka pemilik yang sah atas suatu bidang tanah adalah siapa yang namanya terantum dalam sertipikat tersebut. Jadi akta jual beli maupun hibah (untuk selanjutnya disebut akta pemindahan hak) maupun dasar-dasar yuridis lainnya tersebut yang akan dijadikan sebagai dasar peralihan haknya. Hal ini berbeda dengan sistem pendaftaran tanah yang menggunakan sistem akta, yang mana akta pemindahan hak itulah yang menjadi bukti kepemilikan atas suatu bidang tanah.
8.      Dalam perjalanan pendaftaran tanah di Indonesia, saat ini berlakulah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
dalam Pasal 37  menyebutkan :
Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
9.      Dalam PP No. 24/1997 menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah atau perbuatan hukum pemindahan hak lainya hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Hal ini membawa konsekuensi logis bahwa perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak atas tanah tidak hanya dan tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT. Sehingga semua akta otentik maupun surat di bawah tangan mengenai pemindahan hak atas tanah diakui eksistensinya. Sehingga apabila seorang notaris membuat akta tentang pemindahan hak atas tanah ataupun para pihak membuat surat perjanjian pemindahan hak di bawah tangan, hal tersebut sah-sah saja dengan catatan bahwa akta atau pun surat tersebut berlaku untuk kepentingan para pihak saja. Mengapa demikian? Karena akta tersebut tidak dapat dijadikan sebagai dasar pencatatan perubahan data yuridis pendaftaran tanah.
10.   Pencatatan perubahan data yuridis ini dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas yang akan melindungi kepentingan pihak ketiga. Jadi sepanjang untuk kepentingan dasar perubahan pendaftaran tanah, maka perjanjian pemindahan hak atas tanah tersebut harus dibuat dalam bentuk akta otentik oleh PPAT.

B.     Pajak-Pajak Yang Berhubungan Dengan Pembuatan Akta Tanah

1.             Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB
Pajak BPHTB = 5% x (NPOP – NPOPTKP)
a.   Pengenaan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ini didasarkan pada Undang-undang No. 21/1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jo Undang-undang No. 20/2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 21/1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Prinsip dasar dalam undang-undang BPHTB di atas adalah self assessment yang artinya bahwa wajib pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya. Dari judul undang-undang di atas jelas bahwa yang menjadi obyek pajak adalah tanah dan bangunan.
b.   Besarnya pajak BPHTB adalah 5% dari Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) yaitu Nilai Perolehan Obyek Pajak (NPOP) setelah dikurangi dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) atau dapat dirumuskan :

Pajak BPHTB = 5% x (NPOP – NPOPTKP)

c.    Besarnya NPOPTKP secara nasional untuk pemindahan hak selain warisan dan hibah wasiat adalah Rp. 30.000.000,-. Namun demikian tiap-tiap daerah dapat menetapkan besarnya NPOPTKP dengan maksimum Rp. 30.000.000,- tersebut. NPOPTKP ini setiap tahunnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil evaluasi dan usulan daerah yang bersangkutan.
d.   Untuk jual beli tanah, maka NPOP-nya adalah nilai tertinggi antara harga transaksi dengan harga NJOP PBB tahun berjalan. Seperti telah dibahas sebelumnya, maka harga transaksi yang dipakai adalah harga transaksi dalam arti formal yaitu yang tertera pada akta jual beli bersangkutan..
e.   Menurut ketentuan UU No. 20/2000 ini, PPAT hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak ata tanah dan atau bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran BPHTB (SSB).
f.     Dengan asas self assessment di atas, apabila dari hasil penghitungan sendiri yang tertuang dalam Surat Setoran BPHTB (SSB) kemudian diketahui terdapat kekurangan jumlah pajaknya, maka Menteri Keuangan c.q. Kepala Kantor Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar SKBKB)

2.         Pajak Penghasilan 
Pajak Penghasilan = 5% x Nilai Pengalihan

a.      Ketenuan mengenai pajak penghasilan yang diperoleh wajib pajak dari penjualan anah dan bangunan diatur dalam Peraturan Pemerintah No : 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas dan/atau Bangunan jo Peraturan Pemerintah No : 27 Tahun 1996 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No: 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
b.      Secara umum besarnya pajak penghasilan ditetapkan 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan. Sementara itu yang dimaksud dengan nilai pengalihan itu sendiri adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan. Nilai pajak penghasilan ini akan dituangkan dalam Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP) yang besarnya dapat diformulasikan :
Pajak Penghasilan = 5% x Nilai Pengalihan

c.       Sesuai Pasal 5 PP No. 48/1994, maka terdapat beberapa kasus pengalihan tanah dan/atau bangunan yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan pajak penghasilannya, dalam hal :
1).    Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,-
2).    Orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah;
d.      Pajak penghasilan bagi orang pribadi ini bersifat final, artinya bahwa begitu dicapai kesepakatan tentang jual belinya, maka seketika itu pula wajib pajak berkewajiban membayar pajak penghasilan yang terutang. Hal ini pula yang menjadi syarat dapat ditandatanganinya akta jual beli oleh PPAT yaitu manakala penjual sudah melampirkan SSP yang merupakan bukti pembayaran pajak penghasilannya.
e.      Sebenarnya pajak penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini dikenakan terhadap semua orang pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang nilai pengalihannya di atas Nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (NPTKP) dari wajib pajak bersangkutan. Namun dalam praktek hal tersebut tidak dapat diketahui berapa penghasilan tahunan seseorang karena tidak tersedianya data base untuk itu, sehingga untuk sementara ini pajak penghasilan dikenakan hanya terhadap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang nilai pengalihannya mulai dari Rp. 60.000.000,- ke atas.

BAB III
PEMBUATAN AKTA PERALIHAN  HAK ATAS TANAH

A.     Blanko dan Tempat Pembuatan Akta Peralihan Hak
1.       Blangko Akta PPAT
a.      Akta  PPAT dibuat dengan mengisi blanko akta yang tersedia secara lengkap sesuai dengan petunjuk pengisiannya.
b.      Pengisian blanko akta dalam rangka pembuatan akta PPAT, harus dilakukan sesuai dengan kejadian, status dan data yang benar dan didukung oleh dokumen yang menurut pengetahuan PPAT yang bersangkutan adalah benar.
c.       Akta PPAT dibuat sebanyak 2 (dua) lembar asli, satu lembar disimpan di kantor PPAT dan satu lembar disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, sedangkan kepada pihak-pihak yang bersangkutan diberikan salinannya.
d.      Apabila akta sudah selesai dibuat, maka satu rangkap akta asli beserta dokumen-dokumen pendukung tersebut disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk didaftarkan pemindahan haknya setelah dibuatkan oleh pengantar oleh PPAT. Penyampaian akta ini harus dilakukan oleh PPAT selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan.
e.      Salinan surat pengantar PPAT yang telah dibubuhi tanda terima petugas Kantor Pertanahan harus disampaikan oleh PPAT kepada calon penerima hak sehingga ia mengetahui bahwa berkas pemindahan hak atas tanahnya telah disampaikan
2.       Tempat Pembuatan Akta PPAT
a.      PPAT melaksanakan tugas pembuatan akta PPAT di kantornya dengan dihadiri oleh para pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan atau kuasanya sesuai ketentuan yang berlaku.
b.      PPAT dapat membuat akta di luar kantornya hanya apabila salah sau pihak dalam perbuatan hukum atau kuasanya yang sesuai ketentuan yang berlaku harus hadir tidak dapat datang di kantor PPAT karena alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa para pihak harus hadir dihadapan PPAT ditempat pembuatan akta tersebut.

B.     Materi Pembuatan Akta Peralihan Hak
Secara teknis terdapat hal-hal yang harus diperhatikan oleh PPAT dalam pembuatan akta pemindahan hak atas tanah, antara lain yang berkaitan dengan :
1.       Subyek, antara lain meliputi :
1).    Para pihak harus tidak ada hubungan keluarga dengan PPAT, baik sedarah/semenda dalam garis lurus tanpa pembatas dan kesamping sampai derajat kedua, baik bertindak sendiri atau melalui kuasa.
2).    PPAT sendiri, isteri atau suaminya tidak boleh menjadi pihak dalam akta, baik bertindak sendiri atau melalui kuasa.
3).   Penghadap cakap dan berwenang (baik dalam harta bawaan maupun dalam harta gono gini). Hal ini terkait dengan pengertian “cakap hukum dan dewasa hukum” serta kewenangan terhadap suatu harta terkait dengan ketentuan KUHPerdata maupun UU Perkawinan. Sehingga harus diteliti benar ada tidaknya perjanjian kawin tentang pemisahan harta apabila perbuatan hukum pemindahan hak itu tidak diperlukan peretujuan dari suami atau istri penjual atau penghibah.
4).   Pembuatan akta PPAT tersebut harus disaksikan oleh 2 (dua) orang yang memenuhi syarat menurut peraturan perundang-undangan. Dilarang sebagai saksi bila terhadap para pihak memiliki hubungan sebagai suami, istri, atau memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus dalam derajad tak terbatas dan ke samping sampai derajad 2 (dua).
2.       Obyek, antara lain meliputi :
1).    Obyek (hak atas tanah/hak milik atas rumah susun) harus berada di wilayah kerja PPAT bersangkutan.
2).    Untuk pemindahan atas sebagian hak atas tanah, harus dimohonkan pengukurannya terlebig dahulu sehingga diketahui luas dan Nomor Induk Bidangnya. Hal ini untuk memenuhi asa spesialitas atas obyek pemindahan hak. Juga dimaksudkan agar penghitungan pajak-pajaknya tidak mengalami kesalahan.
3).   Terkait dengan tanah pertanian atau tanah yang dalam sertipikatnya terdapat keterangan bahwa untuk dapat dipindahtangankan harus memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang, maka ijin tersebut harus sudah diperoleh terlebih dahulu.
4).   Khusus untuk tanah pertanian, maka calon penerima hak harus berdomisili di kecamatan letak tanah atau kecamatan yang berbatasan dengan letak tanah, calon penerima hak harus sudah dewasa dengan pengertian dapat mengerjakan tanah tersebut secara efektif, calon penerima hak tidak boleh mengakibatkan pemilikan bersama kecuali oleh suami istri dan dengan pemindahan hak tersebut tidak mengakibatkan pemilikan yang melebihi ketentuan maksimum pemilikan tanah pertanian.

3.      Isi Akta, antara lain meliputi :
1).    Komparasi akta; komparasi akta harus menguraikan secara jelas para penghadap dalam kapasitasnya masing-masing. Untuk badan hukum harus diuraikan syarat status badan hukum tersebut diperoleh, misalnya untuk perseroan terbatas status badan hukum diperoleh apabila akta pendiriannya sudah disahkan oleh menteri hukum dan perundangan, badan hukum  koperasi status badan hukum diperoleh apabila akta pendiriannya sudah disahkan oleh pejabat departemen koperasi dan sebagainya. Harus diperhatikan unsur-unsur badan hukum yang bersangkutan dan kapasitasnya sesuai dengan anggaran dasarnya.
2).    Akta PPAT seharusnya dibacakan/dijelaskan isinya  kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi, sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT (Pasal 22 PP No. 37 Tahun 1998). Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari apabila terjadi pemalsuan tandatangan para pihak dan dapat merugikan pembeli yang beritikad baik.
a.      Dokumen pendukung lainnya, antara lain meliputi :
1).    Identitas penghadap, dapat berupa KTP atau Paspor;
2).    Kartu Keluarga, ini untuk membuktikan bahwa pemberi persetujuan terhadap pemindahan hak atas tanah milik bersama benar-benar suami atau istri yang sah;
3).   Surat Kuasa apabila perbuatan hukum pemindahan hak tersebut dikuasakan;
4).   Surat Perwalian apabila kapasitas penghadap adalah sebagai wali;
5).   Surat pernyataan dari calon penerima hak yang isinya bahwa dengan pemindahan hak tersebut tidak melanggar ketentuan Landreform;
6).   Meminta Surat Pernyataan dari pemegang hak bahwa tanahnya tidak dalam sengketa dan tidak sedang dijaminkan/diagunkan.
7).   SPPT PBB tahun berjalan, diperlukan untuk penghitungan pajak BPHTB maupun pajak penghasilannya;
8).   Surat Setoran BPHTB; Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB(misalnya jual beli, besarnya= 5% x (NPOP – NPOPTKP)
9).   Surat Setoran PPh; (contoh Pajak Penghasilan untuk jual beli = 5% x Nilai Pengalihan)
10).                    Surat permohonan pemindahan hak atas tanah kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.

C.      Penolakan Pembuatan Akta  Peralihan Hak
1.       Dalam pasal 39 PP 24/1997 dinyatakan bahwa, PPAT dapat menolak untuk membuat akta, jika :
a.      Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan, atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan; atau
b.      mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
1).    surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) (berupa alat bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2); dan
2).    surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat  dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah jauh dari kedudukan Kantor Pertanahn, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan;
c.       Salah satu dari para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian; atau
d.      Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakekatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau
e.      Untuk perbuatan hukum yang dilakukan belum diperoleh Ijin Pejabat atau instansi yang berwenang, apabila ijin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
f.        Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau
g.      Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
2.       Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.

Tidak ada komentar: