Senin, 31 Desember 2012

HAK PAKAI ATAS TANAH



PENDAHULUAN



 


A. Latar Belakang

Pengaturan, penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah perlu diarahkan bagi semakin terjaminnya tertib di bidang hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, ataupun pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga adanya kepastian hukum di bidang pertanahan dapat terwujud.
Berhubung dengan itu dipandang perlu menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam bab II Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan-ketentuan dasar mengenai tanah di Indonesia  telah tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria, yang memuat pokok-pokok dari Hukum Tanah Nasional Indonesia. Walaupun sebagian besar pasal-pasalnya memberikan ketentuan mengenai hak-hak atas tanah, namun sebagi ketentuan yang bersifat pokok banyak materi pengaturan yang bersifat lebih rinci yang masih perlu ditetapkan. Keperluan akan ketentuan-ketentuan yang lebih rinci ini selam lebih dari tiga puluh tahun dipenuhi dengan pengaturan teknis operasional dalam bentuk yang lebih rendah dari pada Peraturan Pemerintah.
Dengan makin rumitnya masalah pertanahan dan makin besarnya keperluan akan ketertiban di dalam pengelolaan pertanahan, makin dirasakan keperluan adnya peraturan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah, yang menerapkan ketentuan lebih lanjut mengenai hak-hak atas tanah yang diatur dalam pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria, khususnya Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Sebagai hak atas tanah yang masa berlakunya terbatas untuk jangka waktu tertentu hak Guna Usaha, hak Guna Bangunan dan Hak Pakai memerlukan kejelasan mengenai bebberapa hal, antara lain mengenai persyaratan perolehannya, dan status tanah dan benda-benda di atasnya sesudah hak itu habis jangka waktunya. Kejelasan itu sangat diperlukan untuk memberikan beberapa kepastian hukum, baik kepada pemegang hak, kepada Pemerintah sebagi pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria, maupun pihak ketiga.
Sehubungan dengan hak-hak di atas dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria dipandang perlu menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai untuk melengkapi ketentuan yang sudah ada di dalam Undang-Undang Pokok Agraria. 


A.   Pengertian Hak Pakai
Dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa: Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam surat keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan Ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

B.   Subyek dan Obyek Hak Pakai
1.    Subyek Hak Pakai
Yang dapat mempunyai Hak pakai adalah:
a.    Warga Negara Indonesia;
b.    Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
c.    Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
d.    Badan-badan keagamaan dan sosial
e.    Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
f.     Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
g.    Perwakilan Negara  asing dan perwakilan badan Internasional.
2.    Obyek Hak Pakai
Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai adalah:
a.    Tanah Negara;
b.    Tanah Hak Pengelolaan;
c.    Tanah Hak Milik.

C.   Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai
1.    Pemegang Hak Pakai berkewajiban :
a.    membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah hak penglolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
b.    menggunakan tanah sesuai dengan peruntukanya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
c.    memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
d.    menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak pakai tersebut hapus;
e.    menyerahkan sertipikat hak pakai yang telah hapus kepada Kepala kantor Pertanahan.
f.     membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya  dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Pakai

2.    Hak Pemegang Hak Pakai
Pemegang hak pakai berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan hak Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta memindahkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, selama digunakan untuk keperluan tertentu.

TERJADINYA HAK PAKAI ATAS TANAH 
 
A.   Hak Pakai  dari Konversi Hak Lama

Konversi dapat diartikan sebagai perubahan hak lama (Hak atas tanah menurut KUH Perdata/BW) menjadi hak baru menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1960.
Dalam Bagian Kedua UU No.5/1960 mengenai Ketentuan ketentuan Konversi (khusus yang dikonversi menjadi  hak Pakai) dinyatakan bahwa:
1.       Hak eigendom kepunyaan Pemerintah Negara asing, yang digunakan untuk keperluan rumah kediaman, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini (24 september 1960) menjadi Hak Pakai tersebut dalam pasal 41 ayat 1, yang akan berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk tersebut diatas. (Pasal I (2))
2.       Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagai atau mirip dengan hak yang dimaksud  dalam pasal 41 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai dibawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu:
§  hak vruchtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas,  dan
§  hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan oleh Menteri Agraria,
sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi  Hak Pakai tersebut dalam pasal 41 ayat (1), yang memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya undang-undang ini, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.

B.   Hak Pakai dari Pemberian Hak

1.    Syarat Permohonan untuk dapat diberikan Hak Pakai atas tanah:
a. Permohonan Hak Pakai diajukan secara tertulis, yang memuat:
1).  keterangan mengenai pemohon:
§  apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan serta mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya, jika dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa.
§  apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, pengesahan dari pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan, jika dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/Paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa
§  apabila instansi Pemerintah/Pemerintah Daerah Provinsi /Kab./Kota dan desa tidak memerlukan syarat-syarat subyek tersebut di atas, tetapi cukup dengan surat permohonan yang memuat nama instansi dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
2).  keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik, yaitu:
§  dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak/ pembebasan tanah dan pelunasan tanah dan bangunan dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
§  letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Peta Bidang tanah/ surat ukur sebutkan tanggal dan nomor serta NIB-nya.
§  jenis tanah (pertanian/non pertanian)
§  rencana penggunaan tanah.
§  status tanahnya (tanah hak atau tanah negara)
§  jika pemohon Instansi Pemerintah dilengkapi surat pernyataan asset sebagaimana diuraikan dalam SE KPBN No.500-1255 tanggal 4 Mei 1992.

b. Data Pendukung
1).  Mengenai Pemohon:
§  jika perorangan: fotocopy identitas pemohon atau kuasanya (KTP, surat keterangan domisili dan SIM)
§  jika badan hukum: fotocopy akta pendirian badan hukum, pengesahan badan hukum dari pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan.
§  apabila Instansi Pememrintah/Pemerintah daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota dan desa tidak memerlukan syarat-syarat subyek tersebut di atas, tetapi cukup dengan surat permohonan yang memuat nama instansi dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
2).  keterangan mengenai tanahnya:.
§  perizinan; izin lokasi/penetapan lokasi atau pelepasan HGU dari Kepala BPN apabila tanahnya berasal dari HGU
§  data fisik: Surat Ukur/Peta bidang tanah/NIB
§  data yuridis: dalam penjelasan tersendiri pada angka 2
3).  NJOP (SPPT PBB/bukti lunas PBB) tahun berjalan dan NPTTKUP tahun berjalan.

c.  Lain-lain
1).  Surat pernyataan tidak sengketa yang dibuat oleh pemohon di atas kertas bermeterai cukup
2).  keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon
3).  Surat Pernyataan mengenai rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah yang dimohon (berisi penggunaan tanah saat ini dan rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah apabila akan merubah penggunaan dan pemanfaatan tanahnya).

2.    Data Yuridis mengenai tanah yang dapat dimohon Hak Pakai
Dalam rangka melengkapi permohonan hak pakai dilampiri dengan data pendukung mengenai tanahnya, dapat berupa:
a.    Tanah hak (bersertipikat):
§  fotocopy sertipikat,
§  bukti perolehan atas tanah (jual beli/pelepasan hak/ pembebasan tanah/ pengadaan tanah, hibah, tukar menukar, surat keterangan waris, akta pembagian harta bersama, lelang, wasiat, putusan pengadilan dll.
b.    Tanah Negara (belum pernah dilekati dengan sesuatu hak):
§  surat keterangan Kepala Desa/Lurah setempat yang isinya bukan tanah milik adat (yasan), tidak termasuk dalam buku C desa atau dalam peta kretek/peta rincikan desa (untuk pulau jawa dan daerah lain yang terdapat catatan yang lengkap tentang tanah adat/tanah yasan).
§  riwayat tanah/bukti perolehan tanah (hubungan hukum sebagai alas hak) dari hunian/garapan terdahulu.
§  surat pernyataan penguasaan fisik oleh pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua) orang dia atas kertas bermeterai cukup, isinya menyatakan tanah yang dimohon dikuasai secara fisik dan tidak dalam keadaan sengketa, apabila terdapat gugatan dari pihak lain menjadi tanggung jawab pemohon.
c.    Tanah Negara asal konversi hak barat (Keppres Nomor. 32 Tahun1979)
§  foto copy sertipikat/akta verponding bagi bekas pemegang hak yang secara fisik masih menguasai bidang tanah atau SKPT bagi bukan pemegang hak.
§  bukti perolehan/penyelesaian bagunan dari bekas pemegang hak (jika ada bangunan milik bekas pemegang hak).
§  apabila masih terdaftar dalam penguasaan pemerintah/occupasi TNI/POLRI, diperlukan surat keterangan dari daftar occupasi TNI/POLRI.
§  surat pernyataan pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua) orang diatas kertas bermeterai cukup dan dikuatkan oleh Kepala desa/lurah setempat, isinya menyatakan tanah yang dimohon dikuasai secara fisik dan tidak dalam keadaan sengketa, apabila terdapat gugatan dari pihak lain menjadi tanggung jawab pemohon.

d.    Tanah Milik Adat/yasan/gogolan tetap/SK redistribusi
§  fotocopy tanda bukti tanah milik adat: petok D/girk/kikitir/ kanomeran/ letter C desa/ keteangan riwayat tanah dari kepala desa/lurah setempat.
§  SK redistribusi tanah yang telah dibayar lunas ganti ruginya dan surat keterangan riwayat perolehan tanah dari kepala desa/ lurah setempat.
§  bukti perolehan/surat pernyataan pelepasan hak dari pemegang haki sebelumnya (hubungan hukum sebagai alas haknya) berupa akta otentik PPAT atau akta di bawah tangan.

e.    Tanah Gogol tidak tetap
§  fotocopy tanda bukti tanah milik adat: petok D/girik/letter C desa
§  keputusan desa/peraturan desa yang disetujui oleh Badan Perwakilan Desa (BPD) yang berisi tentang persetujuan tidak keberatan, luas tanah, letak, batas-batas dan besarnya ganti rugi yang disepakati.
§  akta pelepasan hak yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/camat/Kepala Kantor Pertanahan setempat.

f.     Tanah kas desa (TKD)
§  untuk pemerintah kabupaten yang telah mempunyai perda tentang sumber pendapatan dan kekayaan desa yang mengatur mengenai pelepasan/tukar menukar TKD, maka bagi desa yang sudah membentuk BPD maupun belum mengacu pada perda tersebut.
§  untuk pemerintah kabupaten yang belum mempunyai perda tentang sumber pendapatan dan kekayaan desa: desa yang belum membentuk BPD tata cara tukar menukar/pelepasan TKD masih berlaku ketentuan lama yaitu keputusan desa, pengesahan bupati dan izin gubernur.
§  desa yang sudah membentuk BPD dengan produk hukum berupa peraturan desa, maka diperlukan peraturan desa dan keputusan desa.
§  terhadap pelepasan berdasarkan ketentuan lama yang belum selesai, mengacu pada aturan peralihan perda kabupaten yang mengatur pelepasan/tukar menukar TKD dimaksud.
§  penetapan besarnya ganti rugi berupa uang atau tanah pengganti
§  akta/surat pelepasan tanah kas desa yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/camat/Kepala kantor Pertanahan Setempat.
§  fotocopy sertipikat/petok D/girik/letter C desa
§  fotocopy sertipikat tanah pengganti atas nama pemerintah desa yang bersangkutan (jika berasal dari tukar menukar)

g.    Tanah Asset Pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)
§  persetujuan dari DPRD
§  keputusan kepala daerah tentang penghapusan asset barang milik daerah (tanah),
§  perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima asset.
§  berita acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)
§  untuk tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan kakantah, notaris atau camat
§  bukti sertipikat pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar menukar).

h.    Tanah Asset pemerintah pusat (departemen/LPND)
§  persetujuan dari Menteri Keuangan/Presiden/DPR sesuai kewenangannya.
§  keputusan menteri/kepala LPND tentang penghapusan asset barang milik negara (tanah)
§  perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima asset
§  perbuatan hukum pelepasan hak atas tanah yang dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang.
§  bukti sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar).
i.      Tanah asset Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
§  persetujuan Menteri BUMN
§  berita acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMN
§  untuk tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan kakantah, notaris atau camat
§  sertipikat sepanjang sudah terdaftar
§  bukti sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar sepanjang terdapat dalam perjanjian)
j.      Tanah asset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
§  persetujuan DPRD
§  persetujuan gubernur/bupati/walikota.
§  berita acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMD
§  untuk tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan kakantah, notaris atau camat.
§  bukti sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar sepanjang terdapat dalam perjanjian)
k.    Tanah bekas Milik Asing Cina (BKMC): pelepasan asset BKMC dari Menteri Keuangan.

3.    Tata Cara Pemberian Hak Pakai
a.       Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, dinyatakan bahwa Permohonan Hak Pakai, diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan,
b.       Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan:
1).  memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan fisik;
2).  mencatat dalam formulir;
3).  memberi tanda terima berkas permohonan; dst
sampai pada proses, bahwa berkas permohonan tersebut siap untuk diterbitkan keputusan pemberian hak atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya.
c.       Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan kepada Kepala kantor Pertanahan, maka berkas permohonan tersebut diteruskan kepada Kepala Kantor wilayah disertai pendapat dan pertimbangannya,
d.       Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan kepada Kepala kantor Wilayah, maka berkas permohonan tersebut diteruskan kepada Menteri (Kepala BPN RI) disertai pendapat dan pertimbangannya,
1.    Hak Pakai Untuk Orang Asing
a.    Dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 pasal 1 dan penjelasnnya, disebutkan bahwa: orang asing  yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah.
§  pemilikan tersebut tetap dibatasi pada satu buah rumah, adapun tujuan pembatasan ini adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan tersebut tidak menyimpang dari tujuannya, yaitu sekedar memberikan dukungan yang wajar bagi penyelenggaraan usaha orang asing tersebut di Indonesia.
§  Orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional dapat memiliki sebuah rumah tempat tinggal atau hunian dalam bentuk rumah dengan hak atas tanah tertentu atau satuan rumah susun yang dibangun di atas Hak Pakai atas tanah negara.
§  Orang asing  dari segi kehadirannya di Indonesia dapat dibagi 2 golongan yaitu: orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap (penduduk Indonesia- dengan Izin Tinggal Tetap), dan orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap melainkan hanya sewaktu-waktu berada di Indonesia (izin kunjungan atau izin keimigrasian lainnya berbentuk tanda diterakan pada paspor atau dokumen keimigrasian lainnya ).

b.    Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing, adalah:
1).  Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah:
§  Hak Pakai atas tanah negara;
§  yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah,
2).  Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas tanah Negara
c.    Perjanjian:
1).  dibuat secara tertulis antara orang asing yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah,
2).  wajib dicatat dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
3).  dibuat untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak lebih lama dari dua puluh lima tahun,

d.    Cara memperoleh tanah
Cara memperoleh tanah tidak dapat dilepaskan dari cara memperoleh hak atas tanah tempat rumah tersebut berdiri, untuk memperoleh rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) ayat (1) PMNA/KBPN No. 7 Tahun 1996 dapat dilakukan perbuatan-perbuatan hukum sebagai berikut:
1).  Orang asing dapat membeli Hak pakai atas tanah negara atau Hak Pakai atas tanah Hak MIlik dari pemegang Hak Pakai yang bersangkutan beserta rumah yang ada di atasnya atau membeli Hak pakai atas tanah negara atau atas tanah hak pakai dan kemudian membangun rumah diatasnya. pembelian Hak Pakai tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu dengan akta PPAT dan kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan, demikian juga persyaratan pembangunan rumah harus mengikuti ketentuan yang berlaku, misalnya mengenai IMB.
2).  Orang asing dapat memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik atau Hak Sewa Untuk Bangunan atau persetujuan penggunaan dalam bentuk lain wajib mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3).  Dalam hal rumah hunian atau tempat tinggal yang akan dipunyai oleh orang asing berbentuk satuan rumah susun, maka orang asing yang bersangkutan harus membeli Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara.


e.    Batasan rumah yang dapat dipunyai oleh orang asing
1).  bahwa rumah yang boleh dimiliki oleh orang asing hanya satu buah. Untuk memastikan hal ini kepada orang asing yang akan membeli rumah di Indonesia hendaknya diminta untuk membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki rumah tempat tempat tinggal atau hunian di Indonesia pada waktu melakukan perbuatan hukum (misalnya:jual beli)
2).  Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing, yaitu terbatas pada rumah yang tidak masuk klasifikasi “Rumah sederhana” atau “Rumah sangat sederhana”

A.   Perpanjangan dan Pembaharuan Hak  Pakai

Hak Pakai dapat diperpanjang jangka waktunya atau diperbaharui haknya, dan permohonannya diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu 2(dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak tersebut.

1.    Perpanjangan hak adalah penambahan jumlah waktu berlakunya sesuatu hak tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut,
2.    Pembaharuan hak adalah pemberian hak yang sama kepada pemegang hak atas tanah yang telah dimilikinya (dengan HGU,HGB dan Hak Pakai) sesudah jangka waktu hak tersebut atau perpanjangannya habis.
3.    Hak Pakai atas tanah negara dapat diperpanjang Jangka Waktu dan diperbaharui Haknya atas permohonan pemegang hak , jika memenuhi syarat :
a.    tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemeberian hak tersebut;
b.    syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan
c.    pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.
4.    Syarat-syarat permohonan perpanjangan dan pembaharuan hak pakai adalah :
a.    Permohonan diajukan secara tertulis melalui Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota, yang memuat:
1).  keterangan mengenai pemohon:
§  apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan serta mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya, jika dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa.
§  apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, pengesahan dari pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan, jika dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/Paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa
2).  keterangan data yuridis: sertipikat dan Peta bidang tanah/surat ukur (apabila terdapat perubahan luas/batas-batas)
b.    Data pendukung:
1).  Surat pernyataan tidak dalam sengketa yang dibuat oleh pemohon di atas kertas bermeterai cukup. 
2). NJOP (SPPT PBB/ bukti lunas PBB) tahun berjalan dan NPTTKUP tahun berjalan

 
PERALIHAN DAN HAPUSNYA HAK PAKAI
A.   Peralihan Hak Pakai
Hak Pakai yang diberikan atas tanah negara untuk jangka waktu tertentu dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain,
1.    Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan.
2.    Peralihan Hak pakai terjadi karena:
1).     jual beli;
2).     tukar menukar;
3).     penyertaan dalam modal;
4).     hibah;
5).     pewarisan.
3.    Peralihan Hak Pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan;
4.    Peralihan Hak Pakai karena jual beli, kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
5.    Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara lelang
6.    Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang,
7.    Pengalihan Hak pakai atas tanah hak Pengelolaan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak pengelolaan,
8.    Pengalihan Hak pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak Milik yang bersangkutan.
Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan selain dapat dialihkan juga dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, dan Hak Tanggungan tersebut hapus dengan hapusnya Hak Pakai.

B.   Hapusnya Hak Pakai
1.    Jangka Waktu Hak Pakai
a.    Hak Pakai dengan jangka waktu tertentu yaitu untuk  Warga Negara Indonesia; dan Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, dengan ketentuan bahwa:
§   Jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu dan Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama
§   Untuk jangka waktu yang disepakati sesuai perjanjian, tetapi tidak lebih lama dari dua puluh lima tahun, jangka waktu dapat diperbarui untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari dua puluh lima tahun, atas dasar kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian yang baru, spanjang orang asing tersebut masih berkedudukan di Indonesia.
b.    Jangka Waktu tidak ditentukan (Selama dipergunakan) untuk keperluan tertentu, diberikan kepada:
1).  Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
2).  Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional;
3).  Badan-badan keagamaan dan sosial

2.    Hak Pakai hapus karena:
a.    Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b.    Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena:
§  tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan kewajiban pemegang hak,
§  tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau
c.    putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
d.    dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
e.    dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961;
f.     diterlantarkan dan atau tanahnya musnah;
g.     Pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat: sebagai:  Warga Negara Indonesia; Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; Badan-badan keagamaan dan sosial; Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia Perwakilan Negara  asing dan perwakilan badan Internasional, maka:
1).  dalam waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak lain yang memenuhi syarat.
2).  apabila dalam jangka satu tahun haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang trkait di atas tanah tersebut tetap diperhatikan.
h.    Apabila orang asing yang memiliki rumah yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada orang lain yang memenuhi syarat.
i.      Apabila dalam jangka waktu satu tahun haknya tidak dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka apabila:
1).  Rumah tersebut dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, rumah beserta tanahnya dikuasai Negara untuk dilelang
2).  Rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan perjanjian, maka rumah tersebut menjadi milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
j.      Hapusnya Hak pakai atas tanah Negara, mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara, Hapusnya Hak pakai atas tanah Hak Pengelolaan, mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan dan Hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Milik.

Dalam pasal 57 PP 40/1996 disebutkan bahwa:
(1)  Apabila Hak Pakai atas tanah Negara hapus  dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Pakai wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Pakai.
(2)  Dalam hal bangunan dan benda-benda masih diperlukan, kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi.
(3)  Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagimana, dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.
(4)  Jika bekas pemegang Hak Pakai lalai dalam kewajiban, maka bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang Hak Pakai.


Tidak ada komentar: