Senin, 31 Desember 2012

HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Tanah memiliki peranan yang sangat penting artinya dalam kehidupan bangsa Indonesia ataupun dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagai upaya berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh Karena itu pengaturan, penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah perlu diarahkan bagi semakin terjaminnya tertib di bidang hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, ataupun pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga adanya kepastian hukum di bidang pertanahan dapat terwujud.

Berhubung dengan itu dipandang perlu menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam bab II Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan-ketentuan dasar mengenai tanah di Indonesia  telah tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria, yang memuat pokok-pokok dari Hukum Tanah Nasional Indonesia. Walaupun sebagian besar pasal-pasalnya memberikan ketentuan mengenai hak-hak atas tanah, namun sebagi ketentuan yang bersifat pokok banyak materi pengaturan yang bersifat lebih rinci yang masih perlu ditetapkan. Keperluan akan ketentuan-ketentuan yang lebih rinci ini selam lebih dari tiga puluh tahun dipenuhi dengan pengaturan teknis operasional dalam bentuk yang lebih rendah dari pada Peraturan Pemerintah.

Dengan makin rumitnya masalah pertanahan dan makin besarnya keperluan akan ketertiban di dalam pengelolaan pertanahan, makin dirasakan keperluan adnya peraturan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria yang tingkatnya lebih tinggi, yaitu dalam bentuk Peraturan Pemerintah, yang menerapkan ketentuan lebih lanjut mengenai hak-hak atas tanah yang diatur dalam pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria, khususnya Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Sebagai hak atas tanah yang masa berlakunya terbatas untuk jangka waktu tertentu hak Guna Usaha, hak Guna Bangunan dan Hak Pakai memerlukan kejelasan mengenai bebberapa hal, antara lain mengenai persyaratan perolehannya, dan status tanah dan benda-benda di atasnya sesudah hak itu habis jangka waktunya. Kejelasan itu sangat diperlukan untuk memberikan beberapa kepastian hukum, baik kepada pemegang hak, kepada Pemerintah sebagi pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria, maupun pihak ketiga.

Sehubungan dengan hak-hak di atas dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria dipandang perlu menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai untuk melengkapi ketentuan yang sudah ada di dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Berhubung luasnya peraturan mengenai penetapan hak atas tanah, 


A.   Pengertian Hak Guna Bangunan
1.    Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.
2.    Perpanjangan Hak Guna Bangunan adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut.
3.    Pembaharuan hak adalah pemberian hak yang sama kepada pemegang hak atas tanah yang telah dimilikinya dengan  Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai

B.   Subyek dan Obyek Hak Guna Bangunan
1.    Subyek
Yang dapat menjadi pemegang Hak Guna Bangunan adalah :
a.    Warga Negara Indonesia.
b.    Badan Hukum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Pemegang Hak Guna Banguanan yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaiman dimaksud, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum.
Termasuk pengertian hukum adalah semua lembaga yang menurut peraturan yang berlaku diberi status sebagai badan hukum, misalnya Perseroan Terbatas, Koperasi, Perhimpunan, yayasan tertentu dan lain sebagainya. 
3.    Obyek
Tanah yang dapat diberikan dengan Haka Guna Bangunan adalah
a.    Tanah Negara
b.    Tanah hak Pengelolaan
c.    Tanah hak Milik
Berbeda dengan hak Guna Usaha, hak Guna bangunan dapat juga diberikan atas tanah Hak Pengelolaan dan tanah Hak Milik.

C.   Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan
  1. Pemegang hak Guna Banguan berkewajiban :
a.    Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya.
b.    Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya.
c.    memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.
d.    Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;
e.    Menyerahkan sertipikat hak Guna bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
f.     Jika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letakjnya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah laindari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
  1. Hak Pemegang Hak Guna Bangunan
Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.

TERJADINYA HAK GUNA BANGUNAN
 
A.   Hak Guna Bangunan dari Konversi Hak Lama

Konversi dapat diartikan sebagai perubahan hak lama (Hak atas tanah menurut KUH Perdata/BW) menjadi hak baru menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1960.
Dalam Bagian Kedua UU No.5/1960 mengenai Ketentuan ketentuan Konversi, khususnya  hak barat yang dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan dan Dalam Peraturan Menteri Agraria No, 2 Tahun 1960, disebutkan bahwa:
  1. Hak Eigendom kepunyaan orang asing, seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mepunyai kewarga-negaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 sejak mulai berlakunya Undang-undang ini (UU No.5/1960) menjadi Hak Guna Bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1 dengan jangka waktu 20 tahun.
  2. Hak Opstal dan hak erfpacht untuk perumahan, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, sejak saat tersebut menjadi hak guna bangunan tersebut dalam pasal 35 ayat 1 yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan erfpacht tersebut, selama-lamanya 20 tahun
  3. Hak-hak eigendom yang setelah jangka waktu 6 bulan tersebut pada pasal 2 lampau  pemiliknya  tidak datang pada KKPT atau pemiliknya tidak dapat membuktikan, bahwa ia berkewarganegraan Indonesia tunggal, oleh KKPT dicatat pada asli aktanya sebagai dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan, dengan jangka waktu 20 tahun.( ketentuan dalam pasal 4Peraturan Menteri Agraria No, 2 Tahun 1960).

B.   Hak Guna Bangunan dari Pemberian Hak

1.    Atas Tanah Negara
Hak Guna bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pemberian Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Guna bangunan atas tanah Negara atau atas tanah hak pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan. Sebagai bukti hak kepada pemegang Hak Guna Bangunan diberikan sertipikat hak atas tanah.
2.    Atas tanah Hak Milik
Hak Guna Bangunan atas tanah hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Millik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaiman dimaksud wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Hak Guna banguna atas tanah Hak Milik mengikat sejak didaftarkan. Ketentuan mengenai tat cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
3.    Atas Tanah Hak Pengelolaan
Hak Guna Banguana atas tanah hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
4.    Syarat Permohonan untuk dapat diberikan Hak Guna Bangunan  atas tanah:
a.    Permohonan Hak Guna Bangunan diajukan secara tertulis melalui Kakantah Kabupaten/Kota, yang memuat:
1).  keterangan mengenai pemohon:
§  apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan serta mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya, jika dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa.
§  apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, pengesahan dari pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan, jika dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/Paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa
2).  keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik, yaitu:
§  dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan bangunan dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
§  letak, batas-batas dan luasnya (Peta Bidang tanah/ surat ukur sebutkan tanggal dan nomor serta NIB-nya.
§  jenis tanah (pertanian/non pertanian)
§  rencana penggunaan tanah.
§  status tanahnya (tanah hak atau tanah negara)

b.    Data Pendukung, permohonan hak guna bangunan dilampiri dengan:
1).  Mengenai Pemohon:
§  jika perorangan: fotocopy identitas pemohon atau kuasanya (KTP, surat keterangan domisili dan SIM)
§  jika badan hukum: fotocopy akta pendirian badan hukum, pengesahan badan hukum dari pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan.
2).  keterangan mengenai tanahnya:.
§  perizinan; izin lokasi, persetujuan penanaman modal dalam negeri (PMBDN) atau surat persetujuan dari Presiden bagi PMA tertentu atau persetujuan prinsip dari Departemen Teknis bagi non PMDN atau PMA, persetujuan dari Kepala BPN mengenai pelepasan HGU
§  data fisik: Surat Ukur/Peta bidang tanah/NIB
§  data yuridis: dalam penjelasan tersendiri pada angka 5
3).  NJOP (SPPT PBB/bukti lunas PBB) tahun berjalan dan NPTTKUP tahun berjalan.

c.  Lain-lain
1).  Surat pernyataan tidak sengketa yang dibuat oleh pemohon di atas kertas bermeterai cukup
2).  keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon
3).  Surat Pernyataan mengenai rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah yang dimohon (berisi penggunaan tanah saat ini dan rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah apabila akan merubah penggunaan dan pemanfaatan tanahnya).

5.    Data Yuridis mengenai tanah yang dapat dimohon Hak Guna Bangunan.
Dalam rangka melengkapi permohonan Hak Guna Bangunan dilampiri dengan data pendukung mengenai tanahnya, dapat berupa:
a.    Tanah hak (bersertipikat):
§  fotocopy sertipikat,
§  bukti perolehan atas tanah (jual beli/pelepasan hak/ pembebasan tanah/ pengadaan tanah, hibah, tukar menukar, surat keterangan waris, akta pembagian harta bersama, lelang, wasiat, putusan pengadilan dll.
b.    Tanah Negara (belum pernah dilekati dengan sesuatu hak):
§  surat keterangan Kepala Desa/Lurah setempat yang isinya bukan tanah milik adat (yasan), tidak termasuk dalam buku C desa atau dalam peta kretek/peta rincikan desa (untuk pulau jawa dan daerah lain yang terdapat catatan yang lengkap tentang tanah adat/tanah yasan).
§  riwayat tanah/bukti perolehan tanah (hubungan hukum sebagai alas hak) dari hunian/garapan terdahulu.
§  surat pernyataan penguasaan fisik oleh pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua) orang di atas kertas bermeterai cukup, isinya menyatakan tanah yang dimohon dikuasai secara fisik dan tidak dalam keadaan sengketa, apabila terdapat gugatan dari pihak lain menjadi tanggung jawab pemohon.
c.    Tanah Negara asal konversi hak barat (Keppres Nomor. 32 Tahun1979)
§  foto copy sertipikat/akta verponding bagi bekas pemegang hak yang secara fisik masih menguasai bidang tanah atau SKPT bagi bukan pemegang hak.
§  bukti perolehan/penyelesaian bagunan dari bekas pemegang hak (jika ada bangunan milik bekas pemegang hak).
§  apabila masih terdaftar dalam penguasaan pemerintah/ occupasi TNI/POLRI, diperlukan surat keterangan dari daftar occupasi TNI/POLRI.
§  surat pernyataan pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua) orang diatas kertas bermeterai cukup dan dikuatkan oleh Kepala desa/lurah setempat, isinya menyatakan tanah yang dimohon dikuasai secara fisik dan tidak dalam keadaan sengketa, apabila terdapat gugatan dari pihak lain menjadi tanggung jawab pemohon.
d.    Tanah Milik Adat/yasan/gogolan tetap/SK redistribusi
§  fotocopy tanda bukti tanah milik adat: petok D/girk/kikitir/ kanomeran/ letter C desa/ keteangan riwayat tanah dari kepala desa/lurah setempat.
§  SK redistribusi tanah yang telah dibayar lunas ganti ruginya dan surat keterangan riwayat perolehan tanah dari kepala desa/ lurah setempat.
§  bukti perolehan/surat pernyataan pelepasan hak dari pemegang haki sebelumnya (hubungan hukum sebagai alas haknya) berupa akta otentik PPAT atau akta di bawah tangan.
e.    Tanah Gogol tidak tetap
§  fotocopy tanda bukti tanah milik adat: petok D/girik/letter C desa
§  keputusan desa/peraturan desa yang disetujui oleh Badan Perwakilan Desa (BPD) yang berisi tentang persetujuan tidak keberatan, luas tanah, letak, batas-batas dan besarnya ganti rugi yang disepakati.
§  akta pelepasan hak yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/camat/Kepala Kantor Pertanahan setempat.
f.     Tanah kas desa (TKD)
§  untuk pemerintah kabupaten yang telah mempunyai perda tentang sumber pendapatan dan kekayaan desa yang mengatur mengenai pelepasan/tukar menukar TKD, maka bagi desa yang sudah membentuk BPD maupun belum mengacu pada perda tersebut.
§  untuk pemerintah kabupaten yang belum mempunyai perda tentang sumber pendapatan dan kekayaan desa: desa yang belum membentuk BPD tata cara tukar menukar/pelepasan TKD masih berlaku ketentuan lama yaitu keputusan desa, pengesahan bupati dan izin gubernur.
§  desa yang sudah membentuk BPD dengan produk hukum berupa peraturan desa, maka diperlukan peraturan desa dan keputusan desa.
§  terhadap pelepasan berdasarkan ketentuan lama yang belum selesai, mengacu pada aturan peralihan perda kabupaten yang mengatur pelepasan/tukar menukar TKD dimaksud.
§  penetapan besarnya ganti rugi berupa uang atau tanah pengganti
§  akta/surat pelepasan tanah kas desa yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/camat/Kepala kantor Pertanahan Setempat.
§  fotocopy sertipikat/petok D/girik/letter C desa
§  fotocopy sertipikat tanah pengganti atas nama pemerintah desa yang bersangkutan (jika berasal dari tukar menukar)
g.    Tanah Asset Pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)
§  persetujuan dari DPRD
§  keputusan kepala daerah tentang penghapusan asset barang milik daerah (tanah),
§  perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima asset.
§  berita acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)
§  untuk tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan kakantah, notaris atau camat
§  bukti sertipikat pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar menukar).
h.    Tanah Asset pemerintah pusat (departemen/LPND)
§  persetujuan dari Menteri Keuangan/Presiden/DPR sesuai kewenangannya.
§  keputusan menteri/kepala LPND tentang penghapusan asset barang milik negara (tanah)
§  perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima asset
§  perbuatan hukum pelepasan hak atas tanah yang dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang.
§  bukti sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar).
i.      Tanah asset Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
§  persetujuan Menteri BUMN
§  berita acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMN
§  untuk tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan kakantah, notaris atau camat
§  sertipikat sepanjang sudah terdaftar
§  bukti sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar sepanjang terdapat dalam perjanjian)
j.      Tanah asset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
§  persetujuan DPRD
§  persetujuan gubernur/bupati/walikota.
§  berita acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMD
§  untuk tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat dihadapan kakantah, notaris atau camat.
§  bukti sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar sepanjang terdapat dalam perjanjian)
k.    Tanah bekas Milik Asing Cina (BKMC): pelepasan asset BKMC dari Menteri Keuangan.

2.    Tata Cara Pemberian Hak Guna Bangunan
a.       Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, dinyatakan bahwa Permohonan Hak Guna Bangunan diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan,
b.       Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan:
1).  memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan fisik;
2).  mencatat dalam formulir;
3).  memberi tanda terima berkas permohonan; dst
sampai pada proses, bahwa berkas permohonan tersebut siap untuk diterbitkan keputusan pemberian hak atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya.
c.       Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan kepada Kepala kantor Pertanahan, maka berkas permohonan tersebut diteruskan kepada Kepala Kantor wilayah disertai pendapat dan pertimbangannya,
d.       Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan kepada Kepala kantor Wilayah, maka berkas permohonan tersebut diteruskan kepada Menteri (Kepala BPN RI) disertai pendapat dan pertimbangannya,

3.    Kewenangan Pemberian Hak Guna Bangunan
a.    Kepala Kantor Kabupaten/Kota memberi keputusan mengenai:
1).  pemberian Hak Guna Bangunan atas yang luasnya tidak lebih dari 2.000 M2 (dua ribu meter persegi);
2).  semua pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan.
b.    Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi
1).  Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah yang luasnya lebih dari 150.000 M2 (seratus lima puluh ribu meter persegi), kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya .

JANGKA WAKTU, PERALIHAN DAN HAPUSNYA HAK GUNA BANGUNAN

 
A.   Jangka Waktu Hak Guna Bangunan

1.    Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun. Sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan perpanjangan sebagaimana dimaksud berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.
2.    Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang atau diperbaharui, jika memenuhi syarat :
a.    tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemeberian hak tersebut ;
b.    syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak ; dan
c.    pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana dimaksud
d.    tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
3.    Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan
4.    Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunanatau pembaharuaannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya. Perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan dicatat dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.
5.    Untuk kepentingan penanaman modal, permontaan perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Bangunan dapat dilakukan sekaligus denganmembayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan. Dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus sebagaimana dimaksud untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak GUna Bangunan hanya dikenakan biaya administrasi besarnya ditetapkan oleh menteri setelah mendapat persetujuan menteri keuangan. Persetujuan untuk memberikan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dan perincian uang pemasukan sebagaimana dimaksud dicantumkan dalam keputusan pemberian Hak GUana Bangunan.
6.    Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun. Atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Hak tersebut wajib didaftarkan

B.   Peralihan Hak Guna Bangunan
1.    Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena :
a.    Jual beli
b.    Tukar menukar
c.    Penyertaan dalam modal
d.    Hibah
e.    Pewarisan
2.    Peralihan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud,harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar, penyertaan modal dan hibah haru dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jual beli yang  dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. Peralihan Hak Guna Bangunan karena karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.
3.    Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan npersetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.
4.    Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.

C.   Hapusnya Hak Guna Bangunan
1.    Hak Guna Bangunan hapus karena :
a.    berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya.
b.    Dibatalkan oleh pejabatyang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena :
1).  Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30,32 dan 32
2).  Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak pengelolaan atau
3).  Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
c.    Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
d.    Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tanhujn 1961;
e.    Ditelantarkan ;
f.     tanahnya musnah ;

2.    Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan sebagaiman dimaksud mengakibatkan tanah kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaiman dimaksud mengakibatkan tanah kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Milik.
3.    Apabila Hak Guna Bangunan  atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau tidak diperbaharui, maka bekas pemegang hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya Hak Guna Bangunan. Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaiman dimaksud masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan. Jika Bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud, maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas tanah bekas hak Guna Bangunan itu dibongkar oleh Pemerintah atas biaya eks pemegang Hak Guna Bangunan.
4.    Apabila Hak Guna Bangun atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentua\n yang sudah disepakati dalam perjanjian pemberian hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik